TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG – Sektor perkebunan menjadi salah satu sektor yang dibidik Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) untuk menggaet kepesertaan.
Pasalnya, masih banyak pekerja di sektor ini yang masih belum ter-cover program perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan.
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Palembang, Rasidin mengatakan, potensi jumlah pekerja di Sumsel dari sektor perkebunan yang belum ter-cover sekitar 30 ribu tenaga kerja.
Jumlah tersebut baik yang statusnya karyawan tetap ataupun buruh harian lepas (BHL).
Banyak faktor yang menyebabkan minimnya kepesertaan pekerja dari sektor perkebunan.
Pertama, banyak pekerja yang statusnya hanya sementara bekerja di perusahaan tersebut.
Kedua, masih minimnya kesadaran perusahaan untuk mendaftarkan pekerjanya.
“Seharusnya, mau dia (pekerja) cuma tiga bulan atau tahunan, mereka harus sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.”
“Untuk melindungi mereka dari resiko kecelakaan kerja ataupun kematian,” ujar Rasidin saat dibincangi usai Acara Sosialisasi Kepatuhan Kepesertaan Sektor Perkebunan di Ballroom Social Market, Selasa (18/12/2018).
Rasidin mengatakan pekerja di sektor perkebunan memiliki karakteristik tersendiri.
Dimana pekerjanya dibagi menjadi petani inti dan plasma.
Menurutnya, untuk petani inti rata-rata sudah tercover BPJS Ketenagakerjaan melalui Koperasi Unit Desa (KUD) yang menaunginya.
“Jadi KUD-nya ini di bawah perusahaan langsung. Sehingga mudah dalam pengawasannya,” ucapnya.
Berbeda dengan petani plasma, diungkapkan Rasyidin, KUD yang menyuplai bahan pabrik masih belum memproteksi buruhnya dengan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan.
“Untuk itu, KUD kami kumpulkan untuk diberikan pemahaman mengenai manfaat perlindungan yang kami berikan,” terangnya.
Ditambahkan Rasidin, KUD sebenarnya hanya cukup membayar uang sebesar Rp 15 ribu per bulannya bagi buruh atau petani yang berada di naungannya.
“Uang sebesar itu cukup kecil jika dibandingkan dengan manfaat yang bakal diterimanya apabila terjadi kecelakaan kerja ataupun kematian saat bekerja,” tuturnya.
Sementara itu, Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel), Arief Budiarto, mengatakan BPJS Ketenagakerjaan mencatat baru menggarap kepesertaan sebesar 26,72 persen atau sekitar 753.088 pekerja dari potensi sebanyak 2,81 juta pekerja di Sumsel.
Menurutnya, kepesertaan pekerja di Sumsel didominasi pekerja jasa konstruksi seiring maraknya proyek infrastruktur di daerah tersebut, seperti light rail transit (LRT), jalan tol dan proyek pemerintah daerah.
Sehingga, dari total 753.088 pekerja yang menjadi peserta, 434.580 merupakan pekerja jasa konstruksi.
Bahkan realisasi kepesertaan dari sektor itu tercatat sebesar 201,66% dari potensi yang didapat pihaknya sebanyak 215.469 peserta.
Sementara untuk pekerja penerima upah tercatat sebanyak 292.447 yang sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, atau baru 22,48% dari potensi sebanyak 1,3 juta pekerja.
“Untuk sektor informal masuk kategori kepesertaan pekerja bukan penerima upah tercatat paling rendah yakni hanya 2% atau baru 26.061 pekerja dari potensi 1,3 juta pekerja informal di Sumsel,” capnya.
Menurut Arief, pekerja di sektor perkebunan mayoritas banyak masuk dalam tenaga kerja informal. Sehingga nantinya harus lebih dimaksimalkan lagi dalam penggaetan peserta.
“Potensinya tinggi sehingga harus lebih dimaksimalkan lagi,” tandasnya.
BPJS Ketenagakerjaan juga telah membentuk sistem keagenan Penggerak Jaminan Sosial (Perisai) untuk memperluas cakupan kepesertaan terutama dari sektor informal.
“Di Palembang sudah ada 44 agen Perisai yang telah mengumpulkan sebanyak 5.400 peserta, mereka ini terus menyosialisasikan BPJS Ketenagakerjaan ke masyarakat,” pungkasnya.