Jakarta – Pemerintah telah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan, per Juli nanti kelas I dan II akan naik besaran iurannya. Opsi penurunan kelas pun diberikan oleh pemerintah bagi yang tak lagi mampu membayar iuran kelas I dan II.
Namun, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengingatkan dampak buruk apabila terjadinya gelombang penurunan kelas iuran BPJS Kesehatan. Menurutnya apabila masyarakat menumpuk di kelas III maka akan terjadi potensi berebut pelayanan kesehatan.
Pasalnya menurut Timboel jumlah pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk pengguna kelas III terbatas, bahkan cenderung tak ada penambahan.
“Persoalannya kalau menumpuk ini akan menimbulkan keributan. Jadi rebutan kamar dan pelayanan. Ini kan jumlahnya sedikit, bertambah juga nggak, tapi demand-nya banyak,” jelas Timboel dalam webinar bersama BKF, Jumat (29/5/2020).
Namun lain ceritanya bagi masyarakat penerima bantuan iuran (PBI), mereka tidak bisa memilih naik kelas pelayanan karena dibiayai negara. Bagi PBI mereka hanya bisa sabar menunggu apabila harus antre.Hal ini menurut Timboel memicu adanya ketidakadilan. Dia mengatakan mungkin untuk peserta mandiri BPJS masih bisa dan diperbolehkan untuk memilih kenaikan kelas pelayanan saat di rumah sakit.
“Oke kalau yang peserta mandiri masih bisa ajukan kenaikan kelas, tambah biaya bisa. Nah kalau yang masyarakat miskin, yang PBI bagaimana? Ini kan jadi menimbulkan ketidakadilan,” ungkap Timboel.
Dari catatannya, Timboel memaparkan telah terjadi gelombang turun kelas yang signifikan sejak Oktober 2019 menuju Februari 2020. Setidaknya ada penurunan pada kelas I sebanyak 854.349 orang, namun dia tidak merinci turun ke kelas II atau ke kelas III. Sementara untuk kelas II yang turun ke kelas III ada penurunan kelas sebanyak 1.201.232 orang.