Jakarta – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan buruh atau pekerja mengalami pemotongan dan pengurangan gaji selama pandemi COVID-19. Menurutnya, ada dua kondisi yang dialami buruh di lapangan.
“Pengurangan gaji itu diakibatkan dua hal, satu buruh yang dirumahkan. Dia tidak bekerja maka perusahaan melakukan pemotongan gaji,” kata Said Iqbal dalam konferensi pers, dikutip Rabu (25/8/2021).
Dia mengatakan, besaran pemotongan gaji bervariasi tergantung perusahaan. Seperti yang dialami pekerja di sektor retail atau toko yang mengalami penutupan sementara.
“Nilainya variasi tergantung perusahaan, ada yang dipotong 25% bahkan di sektor retail, toko-toko dan kawan-kawan yang di mal itu pada tutup. Dia disuruh dirumahkan tanpa digaji. Di logistik, transportasi, itu sopir-sopir yang dirumahkan tidak bekerja tanpa gaji. Di industri garment, tekstil, sepatu yang upahnya harian tadi dirumahkan tanpa gaji,” ujarnya.
Said mengatakan, pegawai dan pengusaha menghadapi dilema. Jika harus melakukan pemecatan, pengusaha tak memiliki uang untuk membayar pesangon hingga akhirnya memilih untuk dirumahkan. Akan tetapi beberapa buruh yang dirumahkan pun dipotong upahnya atau tidak mendapatkan upah sama sekali.
“Karena kalau dia memecat buruh itu dia kan bayar pesangon. Perusahaan nggak punya uang. Dia nggak dipecat, dirumahkan saja tapi nggak digaji. Baik perusahaan yang berupah harian,” tuturnya.
Kondisi yang kedua, penurunan upah terjadi karena perusahaan beralasan memberlakukan work from home (WFH) 50%. Dia mengatakan, yang terjadi di lapangan pun berbeda-beda, antara pengurangan gaji atau tunjangan.
“Penurunan upah yang kedua terjadi karena perusahaan dengan alasan memberlakukan WFH 50% maka dia potong upahnya di tunjangan. Jadi ada dua kategori, ada yang hanya memotong tunjangannya tapi gaji pokoknya tetap dibayar, kategori kedua tunjangannya dipotong, gaji pokoknya juga dipotong setengah,” ungkapnya.
“Sebenarnya nggak boleh. Maka yang benar adalah tidak boleh ada pemotongan upah akibat WFH atau karena dirumahkan. Bisa saja upah dipotong 50% atau 25% tapi kalau perusahaan normal kembali itu dianggap berhutang. Ketika sudah beroperasi kembali dan mendapat untung itu dibayar, itu harusnya diatur,” sambungnya.