0 0
Read Time:3 Minute, 12 Second


TRIBUN MEDAN.com, MEDAN-Puluhan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur, Jalan Pangeran Diponegoro, Kota Medan, Senin (29/10/208).
Kedatangan puluhan buruh ini meminta kepada Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi untuk menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebesar 8,03 persen.
Penetapan ini sudah dibertahukan oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker) beberapa waktu lalu. Melalui peraturan tersebut, pada beberapa waktu lalu juga, Dewan Pengupahan Provinsi Sumatera Utara bersama dengan para serikat perusahaan hingga perwakilan buruh telah melakukan rapat tertutup.
Rapat tertutup ini digelar di Hotel Putra Mulia, Jalan Gatot Subroto, Kota Medan. Pada rapat tersebut membahas tentang UMP yang akan dinaikan sebesar 8,03 persen. Saat ini para buruh membantah dan meminta untuk menaikan lagi upah yang berlaku pada buruh tersebut.
“Kami minta untuk menaikan upah, sebesar 2,8 juta, karena kami merasa itu tidak cukup untuk kebutuhan keluarga,” ucap koordinator aksi, Willy dengan mengunakan pelantang suara, dari saya mobil komando yang sudah dipersiapkan oleh para puluhan buruh tersebut.
Pada rapat tertutup yang digelar di Hotel Putra Mulia tersebut, sudah disahkan yang sebelumnya, UMP 2,1 juta menjadi 2,3 Juta rupiah. Dan semua undangan yang terlibat sudah mengesahkannya.
“Gak ada peran pemerintah terhadap kami,” ucap beberapa buruh tersebut.
Pantauan Tribun Medan di lapangan, terlihat puluhan aparat pengamanan telah dipersiapkan untuk menghadang para buruh yang akan melakukan aksi tersebut. Mulai dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) dan juga pihak Kepolisan.
“Kalau gubernur tidak mau menemui kami dan menerima aspirasi kami, akan lakukan unjuk rasa terus,” kata koordinator aksi tersebut.
Sebelumnya, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyampaikan, belum menerima usulan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 dari Dewan Pengupahan Provinsi Sumut. Padahal sebelumnya, Dewan Pengupahan sudah menyepakati UMP Sumut 2019 sebesar RpRp2.303.403, usai melaksanakan rapat bersama antara unsur pemerintah, pengusaha dan serikat buruh.
“Belum, belum sampai sama saya (usulan UMP, Red),” katanya kepada wartawan di kantor Gubernur Diponegoro Medan, Jumat (26/10/2018)
Pada kemarin penetapan UMP sudag dijadwalkan, yaitu1 November mendatang, sambung Edy mesti ada keseimbangan antara kemampuan keuangan perusahaan dengan regulasi yang ada. “Jangan pula gara-gara itu (UMP naik signifikan, Red), perusahaan jadi kolaps (tutup), kan repot semua” ungkapnya.
Edy tidak mengungkap lebih rinci kesimbangan seperti apa yang dimaksud. “Kalian sudah tahulah itu (keseimbangan apa yang dimaksud), kalian lebih jagolah itu (memaknainya),” sambung Edy.
Lebih lanjutny, gimana menyikapi kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen seperti kebijakan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri?, Edy mengatakan, kondisi ditiap-tiap provinsi itu tentu berbeda. “Kebijakan menteri itu bagaimana? Gak bisa disamakan, inikan Sumatera Utara, harus dilihat berapa jumlah PMA (Penanaman Modal Asing), berapa jumlah perusahaan dalam negeri, berapa penghasilannya dan berapa kesusahannya,” katanya.
Selama indikator-indikator tersebut bisa memenuhi, imbuh Edy lagi, tidak ada masalah bila keinginan elemen buruh diakomodir pemerintah. “Tapi jika tak kuat, bisa tutup mereka (perusahaan) nanti,” pungkasnya.
Kadisnaker Sumut Harianto Butarbutar sebelumnya mengakui bahwa usulan UMP sudah pihaknya sampaikan kepada gubernur. Sesuai jadwal dan waktunya, tentu akan diumumkan pada 1 November mendatang. “Pokoknya sesuai dengan ketentuan sampai 1 November (UMP) baru akan diumumkan, dan berkas sudah kami naikan kepada gubernur,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (24/10) malam.
Selama penetapan UMP ini, dirinya menyampaikan tidak pernah terjadi permasalahan karena tidak ada pengaruhnya bagi upah buruh, termasuk mendapat keluhan dari elemen buruh yang berada di Dewan Pengupahan. “Kenaikan UMP sudah langsung perintah dari pusat dan tidak bisa diutak-atik lagi,” ucapnya.
Lazimnya sambung dia, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang kerap dipersoalkan elemen buruh. “Kalau UMP di provinsi tidak ada permalasahan, karena yang naik itu juga sudah atas perintah dari menteri. Mana bisa kita lawan, karena gaji pegawai saja cuma 5 persen, ini sudah 8 persen, mau jadi apa rupanya, kayak mana mau dibikin, apa mau 100 persen, ya larilah nanti perusahaan itu dan tutup, jadi pengangguranlah semunya, ya sama aja,” bebernya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *