Jakarta – Perwakilan buruh sedang melakukan gugatan terhadap Undang-undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan. Buruh menggugat aturan tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar klaster ketenagakerjaan dicabut.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menuturkan saat ini sudah memasuki sidang kesaksian terhadap uji formil UU Cipta Kerja. Dalam sidang kesaksian itu pihaknya sudah mengingatkan ke majelis hakim bahwa secara formil pembuatan undang-undang tersebut cacat hukum.
“Saya sudah menjadi saksi fakta tanggal 25 Agustus yang lalu,” katanya kepada detikcom baru-baru ini.
Seandainya gugatan di MK ditolak maka pihaknya akan mengajukan legislative review ke DPR. Menurutnya hal itu memungkinkan untuk dilakukan.
“Secara konstitusional kita bisa minta kepada DPR melakukan legislative review. Legislative review itu artinya revisi undang-undang, kan undang-undangnya sudah sah nih diundangkan, kan boleh direvisi. Itu kan setahun ya, setahun berarti Oktober 2021. Di Oktober 2021 kita minta DPR revisi, masukkan di Prolegnas untuk tahun 2022,” jelas Said Iqbal.
Selain langka legislative review, sebagai anggota Governing Body ILO, dia juga sudah memasukkan masalah UU Cipta Kerja ke dalam komite aplikasi standar, yaitu Undang-undang Cipta Kerja melanggar Konvensi ILO Nomor 87 tentang Hak Berserikat dan Konvensi ILO Nomor 98 tentang Hak Berunding.
“Ini sudah dibahas di ILO sana. Nah tentu ILO akan mengeluarkan sikap resminya,” paparnya.
“Dan yang terakhir, aksi-aksi tentu akan kita lakukan, bahkan saya sudah sampaikan tidak ada jaminan bahwa buruh tidak akan melakukan aksi. Bisa jadi di tengah pandemi ini pun buruh bisa melakukan aksi mogok nasional jilid 2. Bentuknya setop produksi, intinya nggak keluar pabrik tapi semua produksi perusahaan setop berhenti,” tambahnya.