Jakarta – Para perusahaan e-commerce mengeluhkan sulitnya mencari tenaga kerja. Penyebabnya selain pasokannya yang sedikit, ada juga kriteria posisi pekerjaan yang belum ada jurusannya di perguruan tinggi Indonesia.
Ketua Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengaku sudah bertemu dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) untuk mengajukan tambahan mata kuliah tentang kriteria kemampuan yang dibutuhkan perusahaan e-commerce. Namun permintaan itu sulit diwujudkan
“Masalahnya proses untuk mengajukan mata kuliah itu saja itu berbelit, prosesnya lama,” ujarnya di Roemah Kuliner, Jakarta, Selasa (26/2/2019).
Menurut Untung, perusahaan e-commerce tak bisa menunggu hingga mata kuliah yang diharapkan bisa direalisasikan. Sebab pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia saat ini begitu masiv.
Untuk mendorong itu, idEA berencana untuk membuat sekolah khusus untuk menyaingi perguruan tinggi. Diharapkan sekolah khusus itu bisa mencetak tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan e-commerce.
“Kita dorong itu (kurikulum perguruan tinggi) ya diubah. Jadi kalau tidak bisa, ya kita akan bikin sekolah pesaingnya perguruan tinggi untuk edukasi masyarakat,” terangnya.
“Mereka yang ikut bisa langsung kerja dan memiliki karir yang bagus. Dengan begitu bisa menjadi ancaman buat perguruan tinggi. Akhirnya mereka mau menerapkan mata kuliah itu. Ya kadang memang harus diposisikan seperti itu jika ingin mereka berubah. Tapi kita sudah ngomong baik-baik,” sambung dia.
Untung memperkirakan kebutuhan tenaga kerja untuk industri e-commerce bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan orang. Sementara pasokan dari perguruan tinggi di Indonesia hanya sekitar 600 ribu.
“Itu pun yang lulus belum tentu sesuai kualifikasi. Kita hitung 1 unicorn saja butuh 5 ribuan karyawan. Kalau pemerintah butuh ribuan startup kami melihat kebutuhannya ya ratusan ribu sampai jutaan,” tuturnya. (das/dna)