JAKARTA, KOMPAS.com – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran minus 1 persen pada kuartal I-2021.
Hal ini seiring dengan masih rendahnya konsumsi masyarakat.
Ekonom Indef Eko Listiyanto mengatakan, laju konsumsi masyarakat sepanjang Januari-Maret 2021 diprediksi minus 2,5 persen hingga minus 3 persen.
Sebab, optimisme konsumen meski ada kenaikan tapi tidak signifikan.
“Dugaan kami (pertumbuhan ekonomi) masih minus 1 persen, karena meski sudah ada perbaikan, tapi untuk ke angka positif atau setidaknya minus 0,5 persen, itu variabelnya belum cukup buat dorong ke arah situ,” ujar Eko dalam webinar Indef, Senin (3/5/2021).
Jika laju ekonomi kuartal I-2021 masih minus, maka Indonesia dipastikan masih terjebak di jurang resesi.
Sebab, sejak kuartal II-2020 ekonomi tercatat negatif.
Kendati demikian, lanjut Eko, beberapa angka indikator pertumbuhan ekonomi terus membaik dibandingkan kuartal-kuartal sebelumnya.
Ia menjelaskan, proyeksi itu berdasarkan tingkat konsumsi masyarakat yang belum pulih untuk bisa menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Daya beli masyarakat masih tertekan akibat pandemi Covid-19.
Hal itu tercermin dari tingkat inflasi jelang Ramadhan dalam dua tahun terakhir.
Pada Ramadhan 2019, inflasi mencapai 0,68 persen, sedangkan di 2020 hanya 0,08 persen dan di 2021 menjadi 0,13 persen.
Artinya, meski sudah ada kenaikan konsumsi pada tahun ini, tetapi angkanya masih lemah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selian itu, daya beli masyarakat yang masih rendah terlihat pula dari kondisi harga sejumlah bahan pokok yang cenderung stabil dari tahun lalu.
Hal itu menunjukkan belum pulihnya permintaan masyarakat, masih sama seperti Ramadhan di 2020 yang sudah terdampak Covid-19.
“Ada 6 bahan pokok seperti beras, daging sapi, daging ayam, telur, bawang merah, dan cabai yang harganya relatif tetap, polanya ternyata hampir sama dari Ramadhan tahun lalu, landai. Sebelum Covid-19 itu rata-rata bahan pangan di awal Ramadhan ada sedikit kenaikan. Jadi masih jauh dari perbedaannya dari kondisi sebelum Covid-19,” jelas Eko.
Ia menambahkan, kondisi ekonomi tiga bulan pertama 2021 juga terlihat dari laju kredit yang masih negatif dan konsisten menurun.
Pada Januari tercatat minus 1,93 persen, Februari minus 2,15 persen, dan Maret minus 4,13 persen.
“Dari gambaran itu, agak susah juga kalau bicara pertumbuhan ekonomi positif ketika laju kreditnya juga sangat rendah. Jadi dugaan kami memang yah masih resesi dan angkanya minus 1 persen di kuartal I-2021,” ucap Eko.