Jakarta, CNBC Indonesia – Tinggi dan rendahnya upah bagi industri tertentu sangat sensitif, khususnya industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Industri sepatu atau alas kaki salah satunya, saat ada kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang signifikan, maka mereka akan mencari lokasi baru untuk dapat upah murah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri Anom mengatakan hingga Juni 2019, sudah ada puluhan pabrik sepatu yang relokasi ke Jawa Tengah dan Jawa Barat, terutama berasal dari Banten. UMP Jawa Tengah dan Jawa Barat yang masih lebih rendah dari Banten jadi salah satu faktornya.
UMP di Banten pada 2019 sudah mencapai Rp2.267.965, sedangkan Jawa Barat Rp1.668.372 dan Jawa Tengah Rp1.605.396.
“Sekarang industri harus dibebani UMP dan sektor yang tinggi, sebagian industri kita relokasi ke Jateng dan Jabar, di Majalengka dan Sukabumi, UMP yang masih kompetitif, dan tak dibebani oleh upah sektoral,” kata Firman kepada CNBC Indonesia dikutip, Minggu (6/10)
Firman mencatat hingga Juni 2015 sudah ada 25 pabrik sepatu Jawa Tengah yang terdaftar di BKPM, belum lagi yang tak terdaftar. Relokasi terjadi murni karena mencari lokasi upah yang lebih rendah dari yang lebih tinggi.
“Relokasi masih dari lokal ke lokal, belum ada yang dari luar ke dalam negeri,” katanya.
Dampak relokasi ini, kinerja ekspor terutama alas kaki dari Banten melalui Tanjung Priok anjlok, sedangkan ekspor dari Tanjung Mas, Semarang menunjukkan sebaliknya. Kinerja ekspor alas kaki Indonesia memang sedang terpuruk pada 2019, setelah pada 2018 sempat menyentuh angka US$ 5,1 miliar.
Ekspor alas kaki Indonesia selama Januari-Agustus 2019 juga turun 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, nilainya hanya US$ 2,93 miliar, dari US$ 3,36 miliar. Pada 2018, total ekpor alas kaki Indonesia sempat menyentuh US$ 5,1 miliar.
Pada Agustus ekspor alas kaki anjlok sampai 47% dibandingkan bulan sebelumnya, dengan nilai hanya US$ 347,5 juta dari US$ 395 juta.