Jakarta – Pandemi virus corona dikabarkan telah menyebabkan hilangnya 22 juta pekerjaan di negara-negara kaya. Hal ini disampaikan oleh Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam sebuah laporannya baru-baru ini.
Melansir dari CNN, Rabu (14/7/2021), laporan tersebut berisikan peringatan tentang risiko peningkatan jumlah pengangguran dalam jangka panjang. Organisasi yang berbasis di Paris ini mengatakan bahwa jumlah pekerjaan di seluruh negara-negara OECD diperkirakan tidak akan pulih ke tingkat pra-pandemi sebelum 2023.
“Pemulihan ekonomi yang kuat sedang berlangsung di negara-negara OECD belum sepenuhnya diterjemahkan ke dalam (pembukaan lapangan) pekerjaan baru yang cukup untuk mengembalikan tingkat pekerjaan ke tingkat pra-pandemi di sebagian besar ekonomi (negara) anggota,” kata laporan tersebut.
Selain itu, berdasarkan laporan tersebut, pada akhir tahun 2020 jumlah orang yang menganggur setidaknya selama enam bulan tercatat mengalami peningkatan sebesar 60% bila dibandingkan dengan tingkat pra-pandemi. Angka tersebut terus meningkat hingga kuartal pertama tahun 2021 dan secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok yang sudah rentan.
Menurut OECD, kaum muda dan individu berpenghasilan rendah merupakan kelompok yang paling terpukul akibat pandemi. Pada tahun 2020, jumlah jam kerja di berbagai sektor pekerjaan turun lebih dari 28% di seluruh negara maju. Hal ini tentu menyebabkan terjadinya penurunan penghasilan masyarakat yang bekerja pada sektor-sektor tersebut.
Sebagai solusi, laporan tersebut mengatakan bahwa masing-masing pemerintah dapat melatih pekerja untuk pekerjaan di industri hijau dan digital, sambil mengarahkan dukungan pekerjaan ke sektor-sektor yang masih sangat terpengaruh oleh jarak sosial.