Pemerintah akhirnya mengubah besaran pungutan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya yang akan dilaksanakan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2018 tentang tarif layanan BPDP kelapa sawit, maka terdapat batasan lapisan harga yang akan dikenai pungutan.
Dengan adanya beleid baru tersebut, maka pungutan ekspor sawit bisa sebesar USD 0 per ton. Kebijakan itu berlaku jika harga global CPO di bawah USD 570 per ton. Hari ini, CPO dijual pada harga USD 433,75.
“Jadi kalau CPO harganya USD 570 usd per ton itu pungutannya USD 0 per ton, kalau harganya masih di bawah itu,” ungkap Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono di kantornya, Jakarta, Rabu (5/12).
Sedangkan jika CPO berada di kisaran harga USD 570 per ton hingga USD 619 per ton maka akan dikenakan biaya pungutan sebesar USD 25 per ton. Aturan ini masih sesuai dengan klasifikasi komoditas yang tercantum dalam PMK 152/2018. Sementara itu, pungutan ekspor juga bakal kembali seperti semula yaitu sebesar 50 persen jika harga CPO telah melewati batas harga USD 619 per ton. Aturan baru ini merupakan revisi atas PMK 81/2018.
Susiwijono menjelaskan patokan USD 570 per ton tersebut didapatkan dari perhitungan harga acuan USD 500 per ton, ditambah dengan USD 70 per ton setelah dilakukan konversi. Menurut Susiwijono, aturan ini sangat ditunggu oleh pelaku usaha kelapa sawit. Sebab kini harga CPO tengah rendah dan pengusaha sempat mengeluhkan tingginya biaya pungutan.
“Ini sangat perlu dikeluarkan. Selain karena harga sudah rendah, kita perlu mendorong ekspor CPO. Semua pelaku usaha nunggu aturan ini. Konsekuensinya kalau ditahan, ekspornya belum jalan, tanki penuh. Kemarin kita keluarkan PMK 152, semoga hasilnya lebih positif, daya saing mulai bagus, dan harganya mulai naik,” tandasnya.