Merdeka.com – Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM bidang Produktivitas dan Daya Saing, Yulius mengungkap, biang kerok tingginya angka pengangguran di Indonesia. Yulius bilang, adanya ketidakcocokan antara pendidikan dan pekerjaan atau mismatch menjadi penyebab utama banyaknya masyarakat yang tidak terserap lapangan kerja.
“Kita ini banyak menganggur baik dari SMA, SMK, Perguruan Tinggi. Salah satu penyebab menganggurnya adalah missmatch, tidak cocok apa yang dikeluarkan dunia sekolah dengan apa yang dibutuhkan industri,” ucapnya dalam Dialog Kolaborasi Ekspor Menuju Digital Export 2022 di Jakarta, Jumat (7/1).
Padahal, sambung Yulius, nilai anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk sektor pendidikan tergolong tinggi. Yakni mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Bisa dibayangkan anggaran pendidikan kita yang hampir 20 persen dari pada pengeluaran pemerintah tidak dibutuhkan industri dan dibutuhkan masyarakat,” bebernya.
Menyadari hal itu, pemerintah menelurkan program Kampus Merdeka untuk memfasilitasi mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan. Antara lain dengan pertukaran mahasiswa, magang, dan lainnya.
Tak cukup disitu, pemerintah juga menjajaki kolaborasi dengan swasta untuk meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia. Seperti melalui program Sekolah Ekspor.
“Karena salah satu sekolah yang dibutuhkan adalah bagaimana kita mampu mengekspor,” tutupnya.
Pengangguran Agustus 2021 Turun Menjadi 9,1 Juta Dibanding Awal Pandemi 2020
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut angka pengangguran mengalami penurunan dari 7,07 persen di 2020 menjadi 6,49 persen per Agustus 2021. Per Agustus 2021, jumlah pengangguran sebanyak 9,10 juta orang, lebih rendah dari Agustus tahun lalu sebanyak 9,77 juta orang. Sementara pada tahun 2019 jumlah pengangguran tercatat 7,10 juta orang.
“Angka pengangguran kita tahun ini lebih rendah dari Agustus tahun lalu,” kata Ketua BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/11).
Berdasarkan jenis kelamin, tingkat pengangguran terbuka (TPT) tahun ini sebesar 6,74 persen laki-laki dan 6,11 persen perempuan. Sementara di tahun lalu, 46 persen laki-laki dan 6,46 persen. Dari data tersebut Margo menyebut angka pengangguran laki-laki lebih cepat turun ketimbang perempuan.
“TPT laki-laki mengalami penurunan lebih tinggi daripada perempuan,” kata Margo.
Sementara itu berdasarkan tempat tinggal atau secara spasial angka pengangguran di perkotaan lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di pedesaan, yakni masing-masing 8,32 persen dan 4,17 persen pada Agustus 2021, sedangkan pada Agustus 2020 masing-masing 8,98 persen dan 4,71 persen. Hal ini menunjukkan penurunan angka pengangguran lebih cepat di perkotaan ketimbang di pedesaan.
“Secara struktur angka pengangguran memang lebih tinggi di perkotaan tetapi kalau dari penurunannya juga lebih cepat di perkotaan,” kata dia.
Adapun tingkat pengangguran tertinggi sampai Agustus 2021 tercatat di Kepulauan Riau sebesar 9,91 persen. Sedangkan terendah ada di Gorontalo sebesar 3,01 persen. Menurut Margo, besarnya jarak angka pengangguran tersebut dimaknai adanya penurunan angka pengangguran yang besar.
“Jarang yang lebih besar ini artinya ada penurunan yang cukup tajam,” kata dia mengakhiri.