Jakarta, CNN Indonesia — Kalangan buruh mengaku kecewa dengan kebijakan Tunjangan Hari Raya (THR) yang diatur Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah melalui Surat Edaran (SE) nomor M/6/HK.04/IV/2021 terkait Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan 2021.
Mereka salah satunya yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) menilai SE tersebut tersebut berpotensi menjadi tameng bagi pengusaha untuk mengindari kewajibannya membayarkan THR secara tepat waktu.
Terlebih, aturan itu tak mengatur secara khusus keberadaan pihak yang mengawasi pembayaran THR oleh perusahaan di lapangan. Artinya, pengusaha bisa memutuskan pembayaran secara sepihak THR, termasuk membayarnya dengan cara dicicil.
“Poin tuntutan kami adalah jangan ada surat edaran. Karena dengan itu, pengusaha yang sebelumnya mampu bayar THR jadi punya peluang untuk berlindung dan tidak membayarkan THR-nya secara penuh,” ujar Presiden Aspek Mirah Sumirat kepada CNNIndonesia.com Senin (12/3).
Karena itu lah, kata dia, sejak awal buruh dengan tegas meminta ketentuan THR mengacu pada Undang-undang Ketenagakerjaan tanpa perlu keluarnya surat edaran.
“Kalau menurut saya surat edaran ini fatal lah, ndablek lah. Intinya, poinnya, jangan keluarkan surat edaran karena sudah ada mekanisme tersendiri terkait mekanisme mampu dan tidak mampu di Undang-Undang,” jelasnya.
Sebelumnya Menaker Ida Fauziyah mengumumkan pemerintah masih memberikan keringanan bagi perusahaan dalam membayar Tunjangan Hari Raya (THR) buruh pada Lebaran 2021.
Namun, keringanan pembayaran hanya dibolehkan sampai dengan sebelum lebaran 2021 atau H-1.
“Perusahaan yang tidak mampu bayar THR 2021 sesuai ketentuan maka dilakukan dialog untuk disepakati pembayarannya. Kalau di sini memang ada jeda panjang. Tapi setelah pelajari masukan dari berbagai pihak maka penundaan hanya dibolehkan (sampai) sebelum pelaksanaan hari raya,” katanya.
Sementara itu bagi perusahaan yang mampu, Ida meminta untuk membayar THR tepat waktu sesuai dengan yang sudah diatur pemerintah.