Jakarta, CNN Indonesia — Kementerian Ketenagakerjaan mengaku tengah berkonsultasi dengan sejumlah kementerian lain guna merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Revisi aturan dilakukan merespons permintaan kalangan pengusaha maupun buruh.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menyatakan proses revisi terus berjalan. Nantinya, pemerintah juga akan berdiskusi dengan pemangku kepentingan (stakeholder), seperti serikat pekerja dan asosiasi pengusaha.
“Kami akan konsultasikan kira-kira mana yang harus diperbaiki,” ujar Hanif, Kamis (13/6).
Hanif belum bisa memastikan kapan revisi PP tersebut selesai. Hal yang pasti, menurut dia, pemerintah berusaha tetap memberikan kepastian kepada pelaku usaha dan mengurangi ketimpangan upah antardaerah.
“(Target) belum bisa bicara target waktu, yang pasti sudah proses,” terangnya.
Ia juga menolak menyampaikan opsi perubahan formula perhitungan upah dalam revisi PP. Menurutnya, hal itu sensitif untuk dibicarakan sebelum perubahan PP selesai dilakukan.
“Belum bisa bicara sekarang, ada beberapa opsi. Jangan diomongin dulu, karena nanti salah paham semua, ini kan isu sensitif,” terang dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bakal membentuk tim bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan federasi buruh lainnya untuk mengubah PP Pengupahan. Hal itu disampaikan saat Jokowi melakukan kampanye pada April 2019 lalu.
“Yang ingin saya sampaikan kepada seluruh pekerja, nanti kami akan bentuk tim bersama dengan KSPSI dan seluruh federasi yang ada untuk merevisi PP 78. Kita bicara bareng-bareng duduk satu meja,” papar Jokowi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani pun merespons positif janji manis yang diberikan oleh Jokowi. Menurutnya, indikator perhitungan gaji harus dikaji ulang agar menyesuaikan dengan kondisi sekarang.
Ia mengaku tak khawatir jika memang ada tambahan indikator dalam menentukan besaran kenaikan gaji. Pengusaha perhotelan ini meyakini pemerintah tak akan asal-asalan menetapkan kebijakan baru.
“Lihat nanti, pasti kan ada dasarnya. Misalnya buruh minta naik Rp10 juta, ya itu pasti harus ada dasarnya pasti dilihat lagi didiskusikan lagi,” pungkas Hariyadi. (aud/agi)