Jakarta, CNBC Indonesia – Beberapa hari ini media sosial diramaikan dengan nasib ratusan pekerja PT. Alpen Food Industry (PT AFI) di Bekasi. Perusahaan ini memproduksi es krim Aice, yang produknya beredar cukup luas di pasar.
Juru bicara Juru bicara Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) yang menaungi ratusan buruh perusahaan itu, Sarinah menyebut, banyak kasus yang mendera para buruh di pabrik es krim Aice. Salah satu yang paling menekan buruh adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak perusahaan karena dipicu oleh aksi mogok kerja para buruh. Aksi tersebut dilakukan pada 21-28 Februari 2020 lalu.
Kini kedua pihak, produsen dan buruh terjadi perbedaan pandangan soal sah tidaknya aksi mogok para buruh, kedua pihak saling klaim. Mengenai PHK, Sarinah menilai keputusan perusahaan itu tidak berlaku, karena ada cacat prosedur yang dilakukan.
“PHK itu belum final, klaim perusahaan. Saya bilang, itu PHK belum bisa, karena buruh belum setuju dan belum ada putusan pengadilan, mogoknya sah. Karena menurut Kemenakertrans No 2 th 2004 (UU Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial), mogok sah akibat gagalnya perundingan,” katanya kepada CNBC Indonesia, Minggu (8/3).
Sarinah menyebut, perundingan pernah dilakukan antara buruh dan pengusaha, tapi tidak ada kesepakatan yang dihasilkan. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Bekasi disebutnya yang menjadi penengah. “Jadi nggak ada PB (perjanjian bersama) sampai sekarang, kita nggak ada PB jadi nggak bisa dibilang ada kesepakatan,” paparnya.
Legal Corporate PT Alpen Food Industry Simon Audry Halomoan yang mewakili pihak perusahaan mengklaim telah melakukan PHK sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ia mengacu pada pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 232 Tahun 2003.
“Bagi kami, mogok kerja yang dilakukan SGBBI (Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia Alpen Food Industry) dikualifikasikan sebagai mogok kerja tidak sah,” tegas Simon seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.
Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 232 Tahun 2003. Di ayat 1 pasal 6 dijelaskan, mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah dikualifikasikan sebagai mangkir.
Ayat 2 menyatakan pemanggilan untuk kembali bekerja bagi pelaku mogok dilakukan oleh pengusaha 2 kali berturut-turut dalam tenggang waktu 7 hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis. Pada ayat 3 dijelaskan pekerja/buruh yang tidak memenuhi panggilan maka dianggap mengundurkan diri.
“Bahwa Alpen sudah mengeluarkan pengumuman imbauan kembali bekerja, bahkan sudah saya bacakan di depan publik. Kemudian sudah kirim surat 2 kali, ya apalagi upayanya?” jelas Simon.
Terkait jumlah karyawan yang dianggap mogok kerja secara tidak sah, dia memastikan tidak sampai 620 orang seperti informasi yang beredar. Tapi jumlahnya memang sampai ratusan orang.
“Tapi kalau 620 seperti yang dinyatakan di media terkait yang melakukan aksi mogok tidak sah, ya saya pastikan itu angkanya sangat besar sekali,” kata Simon dikutip dari detikcom.