MEDIA berpengaruh dari Inggris, Daily Mail edisi online mengeluarkan daftar tentang dua puluh jenis pekerjaan hari ini yang terancam akan hilang pada masa depan.
Jenis pekerjaan yang akan hilang tersebut diantaranya adalah telemarketing, teller, penafsir asuransi, klerek untuk berbagai industri, loan officer, hingga petugas data entry.
Sementara jenis pekerjaan baru yang muncul diantaranya desainer 3D printer, koordinator drone, operasi (kedokteran) jauh jauh, hingga data scientist yang sekarang sudah ramai dicari orang.
Ramalan ini bukan tanpa dasar, namun memang demikian adanya. Era bernama industri 4.0 menyebabkan terjadi pengartian ulang terhadap pekerjaan.
Banyak pekerjaan konvensional yang lenyap. Pada sisi lain muncul jenis-jenis pekerjaan baru yang sama sekali belum pernah ada pada dunia kerja.
Setiap revolusi industri selalu menimbulkan perubahan signifikan (disrupsi). Disrupsi pada industri 4.0 akan memporak-porandakan hampir semua pranata.
Risalah yang dikeluarkan oleh Forum Ekonomi Dunia 2016 menyebutkan ada lima akibat utama (dampak) dari revolusi industri 4.0 yaitu pada ranah ekonomi, bisnis, sosial, individual dan negara. (Aloysius Budi, 2018).
Dampak ekonomi diperlihatkan dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi lebih cepat, pekerjaan yang mengalami perubahan jenis dan munculnya ketrampilan-ketrampilan baru yang bahkan sebelumnya tidak ada.
Dari ranah bisnis dampak yang terjadi adalah harapan konsumen yang semakin beraneka ragam, kolaborasi antar pelaku bisnis yang semakin intensif dan terciptanya model-model bisnis baru.
Munculnya pekerjaan-pekerjaan baru ini berbanding lurus dengan disrupsi yang terjadi pada dunia kerja. Ada tiga yang utama.
Pertama, berdampak pada jenis pekerjaan (jobs impact). Skenario yang muncul dan hari ini sudah terjadi adalah beberapa jenis pekerjaan akan hilang seperti sudah disebut diatas. Beberapa jenis pekerjaan akan melakukan penggabungan.
Contohnya yang sekarang marak terjadi adalah penggabungan antara lembaga keuangan dengan teknologi digital sehingga muncul jenis pekerjaan baru gabungan antara teller, administrasi dan pemasaran dalam satu platform. Atau muncul jenis pekerjaan baru yang sebelumnya tidak ada seperti youtuber atau instagramer.
Kedua, dampak pada ketrampilan (kompetensi) karyawan (skills impact). Ketrampilan lunak (soft skill) seperti misal kepemimpinan, komunikasi, motivasi memang terdampak namun tetap berbasis pada kaidah-kaidah lama yang tidak lekang ditelan jaman. Hanya diperlukan penyesuaian untuk menjawab tantangan industri 4.0.
Dampak paling nyata adalah pada ketrampilan keras (hard skill) yang memang diperlukan untuk mengoperasikan jenis pekerjaan yang menjadi bidangnya. Ketrampilan mendesain platform dan mengelola big data, merupakan contoh dari ketrampilan keras yang muncul akibat dari jenis pekerjaan baru.
Ketiga, dampak terhadap tempat bekerja (work impact). Ubud merupakan kawasan tetirah para wisatawan dari lima penjuru benua. Hari ini Ubud tidak sekedar menjadi tempat tetirah. Ubud menjadi pilihan banyak orang dari berbagai dunia untuk bekerja.
Co-working space menjamur di Ubud. Kaum muda dengan penampilan layaknya turis suntuk dengan perkakas digitalnya. Mereka mengerjakan proyek-proyek dari berbagai perusahaan yang ada di muka bumi ini.
Itulah arti dari dampak terhadap tempat bekerja. Ada banyak pilihan orang-orang untuk bekerja, tidak harus di kantor (pabrik). Pilihan menjadi tenaga paruh waktu (freelancer) sama baiknya dengan menjadi karyawan tetap perusahaan.
Kompetensi pada peradaban digital
Pertanyaan reflektif kemudian adalah, kompetensi macam apa yang diperlukan dalam peradaban digital?
Berhitung cepat, memecahkan kode-kode nan rumit, memutuskan untuk memilih jalur (jalan) tercepat untuk mencapai tujuan, hingga kecepatan merakit mobil itu merupakan ketrampilan yang dimiliki mesin cerdas maupun robot digital. Manusia jelas kalah bersaing melawan mereka.
Namun ada berbagai jenis kompetensi yang tiada bisa dilakukan oleh mesin cerdas maupun robot digital. Pun jika mereka mampu melakukan, tetap kalah bersaing dengan manusia.
Kompetensi tersebut adalah, pertama kreativitas. Mesin cerdas, robot digital, big data, teknologi cloud merupakan hasil dari kreativitas manusia.
Pun manusia mampu bertahan ribuan tahun menghadapi aneka tantangan alam dan kemudian “berkuasa” atas alam tak lain karena manusia diberi anugerah bernama kreativitas.
Industri 4.0 dengan berbagai peluang dan tantangan, ancaman dan hambatan hanya bisa dikendalikan dan ditundukkan oleh kreativitas manusia yang tiada batas.
Kedua, kemampuan membentuk kerjasama (kooperatif). Sejarawan cemerlang Yuval Noah Harari melalui buku karyanya A Brief History of Humankind menyebut bahwa pada akhirnya manusia mampu mengalahkan mahkluk hidup lainnya karena pada diri manusia ada kemampuan untuk membangun kelompok.
Manusia mampu melakukan konsolidasi organisasi. Ketika berkonsolidasi ini manusia berbagi ilmu pengetahuan. Dari sinilah awal muncul penemuan-penemuan baru serta lahir ilmu pengetahuan (sains). Hari ini sains ini mewujud dalam rupa industri 4.0.
Ketiga, ketrampilan komunikasi. Dari mana awal mula terbentuk kerjasama dan konsolidasi antar manusia? Komunikasi merupakan perkakas utamanya.
Dalam berkomunikasi bukan melulu menyoal tentang verbal (tulisan, kata-kata). Lebih penting dari itu adalah non verbal. Intonasi dan bahasa tubuh merupakan faktor penentu utama manusia dalam berkomunikasi. Terjadi komunikasi dua arah antar manusia.
Mesin cerdas, robot digital, 3D printer dan penemuan-penemuan sains lainnya hanya mampu berkomunikasi satu arah. Respek sebagai akar dari komunikasi dua arah hanya dimiliki oleh manusia.
Keempat, empati. Satya Nadella merupakan CEO baru di Microsoft. Ia orang luar, bukan pendiri Microsoft seperti halnya Bill Gates dan Paul Allen. Satya Nadella, besar di India dan melanjutkan S2 di Amerika. Kemudian masuk sebagai karyawan di Microsoft. Dua puluh dua tahun berikutnya ia menjadi CEO Microsoft.
Selama puluhan tahun Microsoft ditabalkan sebagai perusahaan paling untung di dunia. Namun ketika Nadella menjadi CEO tahun 2014, terjadi perubahan luar biasa dalam lanskap bisnis. Produk dan jasa yang dijual oleh Microsoft sudah mendekati titik jenuh.
Agar tetap menjadi perusahaan terdepan, Nadella harus melakukan transformasi organisasi. Teknologi kunci saat ini yang dikembangkan oleh Microsoft adalah kecerdasan buatan dan cloud computing.
Oleh Nadella kiat sukses transformasi di Microsoft manakala ada kolaborasi antara teknologi dan empati. Manusia (karyawan Microsoft) yang berempati tinggi yang nanti akan menghasilkan teknologi baru bagi kesejahteraan dan peradaban manusia.
Empati, anugerah dari langit yang hanya dimiliki manusia. Tidak dimiliki perkakas digital.