Merdeka.com – Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menyarankan, Bantuan Subsidi Upah (BSU) diberikan kepada pekerja yang memang terdampak. Seperti pekerja yang terPHK, pekerja yang dirumahkan tanpa upah atau pekerja yang dirumahkan dan dipotong upahnya. Bukan peserta yang aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan.
“Menurut saya, atas rencana pemberian BSU ini, ada beberapa hal yang perlu dikritisi, yaitu pertama, seharusnya Pemerintah meberikan bantuan kepada pekerja yang memang terdampak seperti pekerja yang terPHK, pekerja yang dirumahkan tanpa upah atau pekerja yang dirumahkan dipotong upahnya,” kata Timboel dalam tulisannya, Jumat (23/).
Dia menjelaskan, jika Pemerintah memberikan BSU Kepada peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, berarti peserta tersebut masih membayar iuran, dan ini artinya peserta tersebut masih mendapatkan upah dari pengusaha.
“Mengapa memberikan bantuan kepada yang masih menerima upah, sementara banyak pekerja yang diPHK, dirumahkan tanpa upah atau dipotong upahnya. Saya kira Pemerintah harus adil kepada pekerja yang benar-benar terdampak,” tegasnya.
Oleh karena itu, dia menyarankan lebih baik yang diberikan BSU adalah peserta yang nonaktif. Nonaktif berarti tidak bayar iuran lagi, yang artinya pekerja tidak mendapatkan upah lagi.
Menurutnya, jika pekerja yang masih mendapat upah diberikan BSU maka dana tersebut kemungkinan disimpan di tabungan sehingga tidak dibelanjakan. Sementara bila diberikan kepada pekerja yang terdampak maka akan dibelanjakan.
“Dengan dibelanjakan maka akan mendukung konsumsi masyarakat secara agregat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.
Kedua, mengingat masih banyaknya pekerja formal yang belum didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan, maka seharusnya Pemerintah (pusat dan daerah) bisa melakukan upaya secara proaktif menghubungi perusahaan sehingga benar-benar mendapatkan data pekerja yang terdampak.
“Jadi seluruh pekerja, yang sudah didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan atau belum, yang terdampak akan mendapatkan BSU. Dengan data tersebut maka pemberian BSU bisa lebih tepat sasaran,” ujarnya.
Selanjutnya
Ketiga, pemerintah juga seharusnya bisa memberitahukan kepada seluruh masyarakat pekerja yang memang di PHK pada masa PPKM ini, dirumahkan tanpa upah atau dipotong upahnya sehingga mereka bisa mendaftarkan diri sebagai penerima BSU.
“Tentunya akan dicek kebenarannya, dan bila memang benar maka dapat menerima BSU. Hal ini dilakukan di Program Kartu Prakerja dengan mendaftarkan diri, yang tentunya akan dicek kebenarannya,” katanya.
Tentunya dengan mendatangi perusahaan atau mendapat laporan dari pekerja yang terdampak, Kementerian Ketenagakerjaan dapat mengupdate data pekerja di Sisnaker sehingga ke depan Kementerian Ketenagakerjaan memiliki data pekerja, tidak lagi hanya berharap dari data BPJS Ketenagakerjaan.
“Keempat, saya berharap Pemerintah memberikan BSU tidak hanya kepada pekerja formal yang terdampak tetapi juga kepada pekerja informal, seperti pekerja di mall-mall yang saat PPKM ditutup dan mereka tidak bisa bekerja. Tentunya dengan tidak bekerja maka upahnya akan dipotong atau malah tidak dibayarkan karena upah harian,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah bisa mendapatkan data penyewa di mal-mal sehingga bisa mendapatkan data pekerja di sana. Demikian juga dengan toko-toko yang ditutup karena PPKM Darurat sehingga pekerjanya dirumahkan, ini juga harus menjadi sasaran BSU. Termasuk juga pekerja online seperti ojek online, dan sebagainya yang memang terdampak PPKM Darurat tersebut.
Kelima, terkait dengan proses pemberian BSU yang disalurkan melalui nomor rekening, bila memang pekerja yang terdampak dan ditetapkan sebagai penerima BSU tidak memiliki nomor rekening, sebaiknya Pemerintah memiliki alternatif menyalurkannya via Kantor Pos dengan tetap menjaga protokol Kesehatan.
“Saya berharap Pemerintah bisa lebih adil dalam memberikan BSU Ini sehingga BSU benar-benar tepat sasaran dan akan membantu pekerja yang terdampak atas adanya PPKM darurat,” pungkasnya.