Merdeka.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta pemerintah menetapkan kenaikan rata-rata upah minimum 2022 atau UMK sebesar 7 sampai 10 persen. Hitungan ini mengacu pada survei lapangan dan pasar yang dilakukan KSPI tentang kebutuhan hidup layak buruh yang terdiri dari 60 item.
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, dalam kondisi ketidakpastian ini sangat tidak tepat jika serikat buruh/pekerja meminta kenaikan UMP secara berlebihan. Terlebih pengusaha saat ini sedang memutar otak bagaimana agar tetap mampu bertahan sampai ekonomi kita dapat normal kembali.
“Dan teman-teman harus mengerti akan tekanan berat yang dihadapi dunia usaha saat ini,” kata Sarman kepada merdeka.com, Minggu (31/10).
Sarman mengatakan, ekonomi Indonesia baru mulai pulih ketika pemerintah menurunkan PPKM ke level 2 yang memungkinkan memperluas kelonggaran di berbagai sektor usaha yang sudah hampir 1,5 tahun tutup dapat buka kembali. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa ekonomi akan pulih dan semakin membaik ke depan.
“Sangat tidak elok jika serikat buruh atau pekerja meminta kenaikan UMP secara berlebihan,” jelasnya.
Saat ini Dewan Pengupahan sedang menunggu data-data dari BPS yang akan dijadikan variabel untuk menghitung besaran UMP tahun 2022. Dia pun meminta teman-teman buruh menghormati proses dan format baru tersebut.
“Berapa besaran yang diputuskan itulah yang harus kita terima dan taati karena sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah dan sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Yang jelas bahwa UMP ini tanggung jawab bersama yang harus seimbang antara kemampuan Pelaku usaha dan peningkatan kesejahteraan Pekerja setiap tahun,” kata Mantan Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta selama 3 periode itu
Sidang Penetapan
Seperti diketahui, dalam waktu dekat Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota akan melakukan sidang untuk menetapkan besaran kenaikan UMP/UMK tahun 2022 yang akan diajukan kepada Gubernur/Bupati untuk ditetapkan. Formula baru penetapan UMP diatur dalam PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan pengganti dari PP No.78 tahun 2015.
Format baru yang diatur dalam PP No.36 tahun 20021 lebih akurat dan moderat karena memakai pendekatan beberapa variabel seperti jumlah rata-rata perkapita rumah tangga, rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang sudah bekerja dan jumlah rata-rata anggota rumah tangga.
Kemudian pertumbuhan ekonomi dan inflasi masing masing daerah akan dilihat mana yang lebih tinggi serta adanya batas atas dan atas bawah sebagai dasar untuk menetapkan UMP 2022.