Merdeka.com – Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China masih menjadi tantangan untuk ekonomi global. Meski sempat melihat titik terang setelah kedua negara setuju untuk melakukan negosiasi, namun isu perang dagang justru kembali meningkat.
Pada Minggu (5/5), Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menaikkan tarif untuk produk China senilai USD 200 miliar akan meningkat menjadi 25 persen dari 10 persen. Hal ini tentunya membuat China enggan untuk melakukan negosiasi yang sudah direncanakan pada akhir Juni ini.
Bahkan, China pun menyiapkan strategi untuk membalas keputusan AS jika tarif naik. “Pihak China sangat menyesalkan jika langkah-langkah tarif AS diterapkan, China akan mengambil tindakan balasan yang diperlukan,” kata Kementerian Perdagangan China di situs web-nya, dikutip Antara.
Dengan munculnya kembali isu perang dagang, tentu ekonomi dunia akan berpengaruh, termasuk Indonesia.
1. Ekonomi dunia melemah
Merdeka.com – Munculnya isu perang dagang ini pun dinilai akan kembali membuat ekonomi global melambat. Miliarder Warren Buffett mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dan China akan buruk bagi seluruh dunia.
Buffet menilai wajar pasar-pasar saham utama yang jatuh di seluruh dunia pada perdagangan Senin (6/5/2019) sebagai tanggapan terhadap komentar Trump, yang mendahului jadwal pembicaraan perdagangan minggu ini.
Konglomerat Buffett, Berkshire Hathaway Inc memiliki atau berinvestasi di banyak perusahaan yang melakukan bisnis di China, termasuk Apple Inc, di mana dia memiliki saham lebih dari USD 50 miliar, dan di pembuat mobil listrik China BYD Co.
“Jika kita benar-benar memiliki perang dagang, itu akan berdampak buruk bagi seluruh dunia,” kata Buffett.
Sama seperti Buffett, Kepala Dana Moneter Internasional atau The International Monetary Fund (IMF), Christine Lagarde mengatakan trade war atau perang dagang yang kembali memanas antara Amerika Serikat (AS) dengan China akan menjadi ancaman utama bagi ekonomi global.
Ketegangan perdagangan yang terjadi antara kedua negara tersebut akan berimbas pada perekonomian negara-negara lain di dunia. Chritine menambahkan, jika isu yang mencuat baru-baru ini akan membuat kesepakatan antara AS dan China semakin sulit tercapai.
“Jelas ini akan jadi ancaman bagi ekonomi dunia,” ujarnya di Paris seperti dilansir dari laman Reuters, Minggu (12/5).
2. Dampak ke Indonesia
Merdeka.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memprediksi ekonomi global yang saat ini melambat akan semakin lemah apabila perang dagang tak kunjung mereda. Meski demikian, belum dapat dihitung dampak secara keseluruhan terhadap pertumbuhan global.
“Orang kita belum tahu seperti apa persisnya ini semua. Kita tunggu saja dulu. Jangan ditebak-tebak deh. Yang jelas sekarang ini ekonomi dunia sedang melambat dan bisa melambat lagi kalau dia lakukan (Trump menaikkan tarif ke China),” ujar Menko Darmin di Shangrila, Jakarta, Kamis (9/5).
Indonesia sendiri kata Menko Darmin, akan terus mengantisipasi sejumlah kemungkinan yang akan terjadi akibat perang dagang tersebut. Pemerintah akan terus mengupayakan ekspor tetap berjalan meski ekonomi global melemah.
“Kalau mereka bisa menyelesaikan perang dagang ini, semua akan lebih baik, dunia akan normal. Kalau tidak, ya akan ada tekanan bagi dunia, tidak hanya bagi Indonesia, yang sebetulnya sudah mulai dianggap lebih normal belakangan ini,” jelasnya.
Sayangnya, setelah mencuatnya keputusan kenaikan tarif ini, nilai tukar Rupiah dan IHSG menjadi melemah. Pada Senin (13/5), Rupiah melemah 96 poin atau 0,67 persen menjadi Rp 14.423 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.327 per dolar AS.
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah Rp 14.335 per USD. Sepanjang hari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp 14.335 hingga Rp 14.442 per USD. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan, Rupiah melemah menjadi Rp 14.362 per USD dibanding hari sebelumnya di posisi Rp 14.347 per USD.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, perang dagang antara AS dan China kembali meningkat. Dua negara ekonomi terbesar di dunia itu menemui jalan buntu atas negosiasi perdagangan ketika AS menuntut janji perubahan konkret terhadap hukum di China.
“Konflik perdagangan telah meningkat pada hari Jumat (10/5), dengan Amerika Serikat menaikkan tarif barang-barang China senilai USD 200 miliar. China telah berjanji untuk membalas tetapi belum memberikan rincian,” ujar Ibrahim dikutip Antara, Senin (13/5).
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (13/5) ditutup melemah 73,72 poin atau 1,19 persen ke posisi 6.135,4. Hal ini dipicu sentimen perang dagang Amerika Serikat dan China. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak turun 12,12 poin atau 1,25 persen menjadi 960,87.
“Perang dagang sebenarnya sudah jalan. Karena itu arus dana asing berpindah kembali ke AS,” ujar William dikutip Antara.
Analis Indopremier Sekuritas Mino mengatakan, perundingan antara AS dan China pada akhir pekan lalu memang memengaruhi pergerakan IHSG dan juga bursa saham regional Asia. Penguatan IHSG pun hanya bertahan satu jam, kemudian melemah dan terus berada di zona merah hingga penutupan bursa saham.
3. Peluang dari perang dagang
Merdeka.com – Meski demikian, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank menilai bahwa perang dagang Amerika Serikat (AS) – China memberikan keuntungan bagi eksportir Indonesia. Sebab, ada pengalihan permintaan sejumlah produk dari China ke negara lain, termasuk Indonesia.
Direktur Eksekutif LPEI, Shintya Roesly mengatakan, produk-produk yang berpeluang untuk diambil pasarnya oleh eksportir Indonesia antara lain produk manufaktur dan perikanan.
“Di nasabah kita, terutama yang manufacturing dengan adanya trade war (perang dagang) ini memang ada yang sebagian order lari ke Indonesia,” kata dia saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (9/5).
“Antara lain furniture, perikanan. Juga misalnya tekstil,” tambahnya.
Saat ini pihaknya juga aktif berkomunikasi dengan para eksportir untuk mengambil kesempatan tersebut. “Memang kita sedang bersama dengan nasabah untuk gather area-area, ruang-ruang yang ditinggalkan itu,” jelasnya.
Dia menegaskan bahwa LPEI pada dasarnya tidak hanya bertugas menyalurkan pinjaman pada eksportir. LPEI juga mendapatkan mandat untuk melakukan pendampingan agar usaha para eksportir dapat lebih berkembang.