Merdeka.com – Nilai tukar Rupiah berada di level Rp14.172 per USD pada perdagangan pasar spot Senin pagi (9/11). Artinya mata uang garuda menguat sebesar 0,26 persen dibandingkan perdagangan sebelumnya di posisi Rp14.210 per USD.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan nilai tukar Rupiah pagi ini ditopang oleh sejumlah sentimen. Salah satunya kemenangan Joe Biden di pemilihan umum Amerika Serikat (AS) 2020.
“Joe Biden menang Pemilu AS atas inkumben Donald Trump membuat harapan masyarakat menjadi kenyataan. Karena ada semangat baru untuk melahirkan sejumlah kebijakan yang lebih baik bagi perekonomian dunia,” ujar dia saat dihubungi Merdeka.com, Senin (9/10).
Ibrahim mengatakan, di bawah kepemimpinan presiden asal partai Demokrat itu diyakini akan membekukan perang dagang antara AS dengan Cina dan Uni Eropa menjadi harapan tersendiri bagi pelaku pasar. Sebab, perang dagang dinilai telah menghambat pertumbuhan ekonomi global.
Selain itu, adanya kebijakan peningkatan realisasi Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi langsung dari AS ke sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia juga akan memberikan sentimen positif di pasar keuangan. Menyusul adanya tambahan dana segar yang bakal masuk ke dalam negeri.
“Peluang ini lah yang direspon positif oleh pasar, sehingga akan banyak dana asing ke Indonesia. Masuknya dana asing ke Indonesia akan menguatkan Rupiah,” paparnya.
Pertumbuhan Ekonomi Membaik
Sementara dari sisi internal, penguatan nilai tukar mata uang garuda lebih di pengaruhi oleh kian membaiknya pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi kuartal III tumbuh negatif sebesar -3,49 persen. Capaian tersebut lebih baik jika dibandingkan posisi pada kuartal II-2020 yang tercatat minus 5,32 persen.
“Artinya walaupun masih tumbuh negatif di kuartal III ini, tapi masih ada perbaikan. Ini membuat pelaku pasar juga lebih optimis kedepannya,” tegasnya.
Kondisi itu juga akan diperkuat oleh kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. Meskipun Badan Pusat Statistik telah mengumumkan terjadinya kontraksi ekonomi 3,49 persen pada kuartal III yang menandakan Indonesia masuk ke resesi, pelaku pasar dan pemerintah dinilai sudah mengantisipasinya. Sehingga, pengumuman tersebut tak lagi berdampak signifikan.
Terakhir, penguatan nilai tukar Rupiah turut dipengaruhi oleh rilis BPS yang mencatat terjadinya inflasi di Indonesia pada Oktober 2020. Sontak ini memutus rantai deflasi selama tiga bulan beruntun.
Tercatat, inflasi pada Oktober sebesar 0,07 persen secara bulanan (month-to-month/MtM). Sementara inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) berada di 0,95 persen dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 1,44 persen. “Dengan kabar inflasi di bulan Oktober tentunya menjadi kabar bagus, artinya roda perekonomian sudah mulai berjalan kembali,” tutupnya.