Dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah terhadap rupiah. Mata uang Paman Sam tersebut kembali lengser dari posisi Rp 15.200.
Mengutip data perdagangan Reuters, Selasa (16/10), dolar AS dibuka di Rp 15.200 dan terus turun hingga menyentuh level terendahnya di Rp 15.190.
Secara year to date (ytd) atau dari awal tahun hingga saat ini, dolar AS masih menguat terhadap rupiah sebesar 11,95 persen.
Analis dari Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Reza Priyambada dalam risetnya menyebutkan, pergerakan rupiah cenderung stagnan di pasar valas. Adanya rilis surplus perdagangan senilai USD 0,23 miliar, meski mendapat apresiasi positif dari sejumlah kalangan terutama Kementerian Keuangan, namun belum banyak memberikan sentimen positif pada rupiah.
Di sisi lain, sentimen dari kesepakatan swap antara Indonesia dan Jepang tampaknya ditanggapi dingin. Bank Indonesia (BI) dan Bank Sentral Jepang (Bank of Japan), yang bertindak sebagai agen Kementerian Keuangan Jepang, telah menandatangani amandemen perjanjian kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) pada tanggal 14 Oktober 2018.
Sebagaimana perjanjian sebelumnya, nilai fasilitas swap masih sama, yaitu sampai dengan USD 22,76 miliar. Tidak hanya itu, adanya berbagai kebijakan antara lain kenaikan tarif PPh 22 dan perluasan mandatori biodiesel 20 persen belum begitu terlihat dampaknya sehingga rupiah pun tidak bergeming.
Diperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 15.188-Rp 15.215. Pergerakan rupiah yang stagnan belum mengubah arah target perkiraan dari rupiah selanjutnya.
Meski BPS merilis surplus neraca perdagangan, namun belum membuat rupiah menguat. Diharapkan tekanan global dapat lebih berkurang.
Di sisi lain, adanya rilis penjualan ritel AS yang diperkirakan di bawah perkiraan diharapkan dapat mengurangi kenaikan USD sehingga membuat rupiah berkesempatan untuk kembali menguat. Tetap mencermati dan mewaspadai berbagai sentimen yang dapat membuat rupiah kembali melemah.