KOMPAS.com – Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) tidak berminat melakukan judicial review UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi ( MK).
Pasalnya, upaya yang dilakukan dengan jalur konstitusi tersebut dinilai akan sia-sia dapat memperjuangkan aspirasi mereka.
Pasalnya, perekrutan hakim MK selama ini dianggap tidak independen dan sarat dengan kepentingan pemerintah serta DPR.
“Kita tidak berhasrat, karena hakim MK itu diajukan oleh presiden, diajukan DPR, diajukan Mahkamah Agung, dan ditetapkan oleh presiden,” ungkap Ketua Presidium Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) Dedi Sudrajat saat dihubungi melalui telepon, Selasa (13/10/2020).
“Logikanya yang kita lawan presiden sama DPR, mana bakal kita menang, percuma,” tambahnya.
Turun ke jalan desak Perppu
Karena pertimbangan itu, pihaknya lebih memilih untuk turun ke jalan dan mendesak Presiden Joko Widodo dapat mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
“Harapannya presiden mengeluarkan Perppu, itu aja kita mah. Enggak melebar ke mana-mana. Diharapkan dengan adanya Perppu kan ada jeda tuh, kita harap ada dialog lagi,” ujar Dedi.
Untuk mendesak presiden tersebut, pihaknya mengaku akan kembali melakukan aksi unjuk rasa pada 20-22 Oktober 2020 di Istana Negara.
Adapun jumlah massa yang akan dikerahkan dalam aksi tersebut sekitar 50.000 buruh dari Provinsi Banten.
“Tanggal 20, 21, 22 Oktober kita akan kembali menggelar aksi di depan Istana dengan masa sebanyak-banyaknya. Hampir 50.000 se Provinsi Banten. Nanti kita gabungan dengan DKI dan Jabar,” terangnya.
Menurutnya, aksi unjuk rasa itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan buruh terhadap pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja yang dinilai tidak berpihak kepada pekerja.