JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani buka-bukaan mengenai besaran anggaran yang dibutuhkan Indonesia untuk menangani isu perubahan iklim.
Bendahara negara ini mengatakan, besaran anggaran dibutuhkan untuk memenuhi komitmen mengurangi emisi karbon adalah sekitar 247,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 3.461 triliun hingga tahun 2030.
Adapun dalam Paris Agreement, Indonesia berkomitmen memenuhi Nationally determined contributions (NDCs) alias berkontribusi mengurangi emisi karbon pada kisaran 28 persen atau 41 persen dengan dukungan internasional.
“Kebutuhan untuk bisa transformasi Indonesia untuk menurunkan emisi, itu sangat tinggi. Dengan dukungan internasional, dibutuhkan dana dengan jumlah hingga 247,2 miliar dollar AS, kalau dirupiahkan Rp 3.461 triliun,” kata Sri Mulyani dalam webinar, Jumat (11/6/2021).
Artinya, negara perlu menyiapkan dana untuk menangani perubahan iklim paling tidak Rp 266,6 triliun per tahun hingga tahun 2030.
Anggaran itu bahkan lebih besar dari anggaran kesehatan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang berkisar 172 triliun.
“Karena memang untuk meng-address isu climate change bukanlah upaya yang murah dan gratis. Luar biasa sangat mahal. Konsekuensi biayanya juga luar biasa,” beber Sri Mulyani.
Sementara saat ini, anggaran yang disiapkan pemerintah (budget tagging) untuk perubahan iklim masih sangat minim. Sri Mulyani membeberkan, anggaran hanya berkisar 4,1 persen atau sekitar Rp 86,7 triliun per tahun.
“Dibandingkan kebutuhan Rp 266 triliun, tentu ini sangat jauh. Tapi Kemenkeu sudah inisiatif untuk melakukan budget tagging untuk climate change, kita mulai sejak tahun 2016,” ungkap dia.
Maka itu, menangani isu perubahan iklim harus gotong royong dengan berbagai pihak, baik global maupun domestik.
Di domestik, dia berharap pemerintah daerah menyoroti isu perubahan iklim dan menganggarkan dana untuk menangani isu tersebut.
Pihaknya pun meminta sektor swasta, NGO, filantropi, dan masyarakat berkontribusi menangani isu tersebut.
Tak melulu soal uang, masyarakat bisa turun berkontribusi melalui waste management dan kebiasaan membuang sampah dengan baik.
Begitu juga dengan cara menggunakan energi, menggunakan air bersih, termasuk mengkonsumsi barang-barang yang ramah lingkungan.
“Namun peranan pemerintah tetap signifikan. Dengan climate tagging sekitar 4,1 atau 6,7 persen, maka pemerintah terus berikhtiar untuk mobilisasi berbagai pihak di dalam ikut melakukan komitmen climate change melalui peran serta mereka,” pungkas Sri Mulyani.