0 0
Read Time:3 Minute, 33 Second

Jakarta – Setiap menyambut Ramadhan, para pekerja baik pegawai negeri sipil (PNS) maupun pegawai swasta tentu menanti-nantikan tunjangan hari raya (THR). THR diatur oleh pemerintah untuk diberikan kepada para pekerja maksimal 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Ada sosok yang berjasa dibalik munculnya kewajiban perusahaan membayar THR kepada pegawai. Dia adalah Soekiman Wirjosandjojo yang mencetuskan adanya THR keagamaan.

Dirangkum detikcom, Jumat (16/4/2021), Soekiman lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 1898. Selesai menempuh pendidikan di ELS, dia melanjutkan studi ke STOVIA (sekolah dokter) di Jakarta. Di usia 29 tahun, Soekiman lulus dari Universitas Amsterdam, Belanda, bagian kesehatan.

Saat belajar di Belanda, Soekiman dipercaya memimpin Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia Belanda/PHB). Dia kemudian mengubah organisasi tersebut menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia/PI).

“Itu terjadi pada 1925 atau tiga tahun sebelum Sumpah Pemuda,” kata politikus Partai Persatuan Pembangunan yang juga peminat sejarah Masyumi, Lukman Hakiem saat berbincang dengan detikcom, 4 Juni 2018 silam.

Soekiman kemudian juga tercatat sebagai salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang merumuskan konstitusi. Seusai proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, dia membidani lahirnya Partai Masyumi.

“Dia (Soekiman) menjadi ketua ymum pertama dan KH Hasyim Asyari semacam Ketua Dewan Syuro,” kata Lukman.

Soekiman dipercaya sebagai perdana menteri pada 27 April 1951 . Di saat yang sama, dia juga menjabat Menteri Pertahanan. Dia menjadi perdana menteri hingga 1952.

Bagaimana hingga akhirnya Soekiman mencetuskan THR keagamaan? Baca di halaman selanjutnya.

Tunjangan yang dibayarkan menjelang akhir bulan puasa ini muncul pertama kali di masa Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo. Politikus Partai Masyumi itu menjabat Perdana Menteri pada 27 April 1951 hingga 3 April 1952.

Salah satu program kerja Kabinet Soekiman yang dilantik pada April 1951 itu adalah meningkatkan kesejahteraan aparatur negara. Kabinet Soekiman memutuskan memberikan tunjangan kepada para pamong pradja (kini PNS) menjelang hari raya.

“Kebetulan juga saat itu ekonomi juga cukup baik. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai diberilah tunjangan hari raya,” kata Lukman Hakiem.

Ketika itu besarnya tunjangan yang dibayarkan kepada pegawai sebesar Rp 125 (USD 11) hingga Rp 200 (USD 17,5). Selain THR dalam bentuk uang, kabinet Soekiman juga memberikan tunjangan dalam bentuk beras yang diberikan ke pegawai negeri sipil setiap bulannya.

Ya, pada awalnya THR memang baru berlaku di lingkungan pegawai negeri alias PNS. Saat itu belum ada aturan tentang kewajiban perusahaan swasta membayar THR kepada pegawainya.

Kebijakan Kabinet Soekiman memberikan THR bagi pamong pradja pun akhirnya mendapat protes dari kalangan buruh. Mereka merasa sudah bekerja keras untuk membangkitkan perekonomian nasional namun sama sekali tak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Pada 13 Februari 1952, para buruh melakukan mogok kerja menuntut diberikan THR juga dari pemerintah. Aksi buruh itu bisa diredam oleh pemerintah.

“Soekiman juga meminta perusahaan-perusahaan (swasta) memberikan THR,” kata Lukman.

Jalan panjang dilalui buruh hingga akhirnya mereka mendapatkan THR sebagaimana yang telah diterima oleh PNS. Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Kebijakan memberikan THR bagi pegawai swasta baru diatur pemerintah pada 1994. Saat itu pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan bagi pekerja di perusahaan.

Pada tahun 2003 peraturan tersebut disempurnakan dengan terbitnya UU nomor 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 bulan wajib mendapatkan tunjangan.

THR yang diterima juga disesuaikan dengan lamanya masa kerja, sedangkan untuk pekerja yang sudah satu tahun bekerja mendapat THR sebesar 1 bulan gaji kerja.

 Pemerintah kembali melakukan revisi aturan tentang THR pada 2016. Dalam peraturan ini disebutkan bahwa THR diberikan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan masing-masing pekerja.

Tahun ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 18 dan 19 tahun 2018 tentang THR dan gaji ke-13. Menurut peraturan ini pensiunan PNS, prajurit TNI dan anggota Kepolisian, pejabat, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD, menteri dan pejabat setingkat menteri, Gubernur, Walikota, Bupati dan wakilnya berhak mendapatkan THR.

Di masa pandemi COVID-19 yang dimulai 2020 lalu membuat THR pegawai swasta banyak yang dicicil dan pembayarannya tertunda.

Tahun lalu, Kementerian Ketenagakerjaan memang mengizinkan pengusaha yang terdampak COVID-19 untuk mencicil atau menunda pembayaran THR kepada pekerja.

Namun pada tahun ini Kemnaker menegaskan bahwa tunjangan hari raya harus dibayarkan penuh dan tepat waktu. Bagi perusahaan yang masih terdampak COVID-19 hanya diizinkan menunda pembayaran THR sampai sebelum Idul Fitri atau H-1 Lebaran.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *