Merdeka.com – Anggota Konsorsium Petani Muda, Widya Hasian, menyatakan bahwa kaum petani sangat menyambut baik solusi pemerintah dalam memajukan UMKM supaya berkembang. Namun, dia menemukan beberapa uraian yang menurutnya masih menyulitkan petani.
Widya memaparkan ada 12 poin yang mencerminkan bagaimana RUU Cipta Kerja ini memiliki kelemahan serta memosisikan masyarakat petani atau masyarakat marginal dengan posisi yang kurang menguntungkan.
“Dalam 12 poin tersebut, ada 5 poin yang punya pengaruh besar terhadap bidang pertanian. Pasal-pasal dalam UU diharapkan dapat mampu melindungi petani dalam arti produsen, terlebih negara kita sangat bergantung pada sektor UMKM yang dalam hal ini petani juga termasuk. Namun, kenapa payung hukum yang tadinya melindungi malah seakan-akan dilebur dan membuat petani tidak punya pelindung lagi?” ungkap Widya dalam sesi webinar bersama Katadata, Selasa (22/9).
Adapun menurut analisanya, perubahan-perubahan terjadi pada Pasal 19 dalam UU No. 22 tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, UU No. 13 tahun 2010 tentang Hortikultur yang mengalami banyak rombakan dan berpotensi merugikan petani kecil, perubahan UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan UU Nom 18 Tahun 2012 tentang Pangan: importasi pangan.
“Dalam konteks pembangunan, apalagi berkelanjutan, dalam kurun waktu 10 tahun belakangan, Indonesia memang mengalami pertumbuhan positif dalam hal ekonomi dan kemiskinan. Namun, kesenjangannya semakin melebar. Oleh karena itu, harus dilihat lagi sebenarnya payung hukum ini menguntungkan keseluruhan masyarakat atau hanya beberapa pihak saja?” ujar Widya.
Kemudian, Widya juga melihat bahwa posisi petani kembali dijadikan sebuah objek pemerintah, bukan subjek dari pembangunannya sendiri. “Kami perlu penguatan untuk menyamaratakan pembangunan yang akhirnya bisa mendorong sebuah daya saing yang berkelanjutan,” tambahnya.
Dia berniat untuk menunjukan bahwa banyak pihak, terutama anak muda yang melirik sektor pertanian sebagai sektor yang laik untuk diperjuangkan bersama, selama masyarakat Indonesia masih menikmati makanan di meja makan. Oleh karena itu, mulai terlihatnya ketertarikan generasi muda ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya saing yang sedang digalakkan.
“Anggap saja amunisi daya saing untuk daerah berkelanjutan. Karena mereka tidak hanya membicarakan bisnis yang berputar pada diri mereka sendiri, tetapi juga bisa bermanfaat untuk orang-orang di sekitarnya,” jelas Widya.
Sehingga, ke depannya diharapkan kue pembangunan yang dicanangkan tidak hanya bertumpuk pada salah satu pihak, melainkan terdistribusi ke seluruh masyarakat.
12 Poin RUU Cipta Kerja Rugikan Petani
Merdeka.com – 12 Poin tersebut di antaranya:
– Melegitimasi investasi perusak lingkungan,
– Penyusunan RUU Cilaka cacat prosedur,
– Percepatan krisis lingkungan hidup akibat dari investasi,
– Menerapkan perbudakan modern melalui sistem fleksibilitas tenaga kerja,
– Satgas Omnibus Law bersifat elitis dan tidak mengakomodasi elemen,
– Sentralisme kewenangan,
– Potensi PHK massal dan memburuknya kondisi kerja,
– Membuat orientasi sistem pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja murah,
– Celah korupsi melebar dan penghilangan hak gugat oleh rakyat,
– Perampasan dan penghancuran ruang hidup rakyat,
– Memisahkan petani, nelayan, masyarakat adat, perempuan, dan kelompok minoritas,
– Kriminalisasi, represi, dan kekerasan negara terhadap rakyat.