TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN – Puluhan orang dari Serikat Pekerja Danamon melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol Medan, Senin (26/11/2018).
Mereka menuntut pihak Bank Danamon yang sudah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal. Dalam melakukan aksinya, massa datang membawa berbagai poster berisi tuntutan yang ingin mereka sampaikan.
Beberapa pengunjukrasa juga terlihat sangat begitu rapih memakai pakaian adat, yang lengkap dengan atribut. Disela aksi, massa juga memainkan teatrikal bagaimana mereka sudah bekerja tapi haknya tidak didapat.
“Tolak PHK masal dan pemotongan uang pensiun,” teriak massa.
“Takbir, Allahu Akbar. Kita harus terus bersemangat dan berjuang. Jangan pernah berhenti, kita harus mendapatkan apa yang kita inginkan,” teriak orator.
Ketua Umum Serikat Pekerja Danamon, Fadhillah mengatakan ada empat poin yang ingin mereka suarakan di antara Sepultura (Sepuluh Tuntutan Rakyat).
“Kita menolak Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Karena ditandatangani oleh pihak yang tidak berkompeten. Ada pihak tertentu yang mengaku bahwa dia serikat pekerja dan mengaku sebagai Sekjen Serikat Pekerja Danamon,” kata Fadhillah, Senin (26/11/2018).
“Kita menolak PKB juga karena point-point yang kita perjuangkan sejak tahun 2016 tidak di komodir dalam PKB. Padahal sudah ada kesepakatan dan sudah disepakati dan dipahami para petinggi di Danamon,” sambungnya.
Kemudian, Serikat Pekerja Danamon juga menginginkan supaya Sepultura masuk dalam PKB.
“Kita juga minta Union Busting karena ada rekan kita yang diintimidasi, supaya tidak konsisten memperjuangkan hak-hak pekerja terhadap perusahaan,” ujarnya.
“Terakhir mengenai menjalankan petisi salah satunya kalau ada pengakhiran hubungan kerja supaya diberikan kompensasi 3,75 PMDK,” sambungnya.
Lebih lanjut, Fadhillah menjelaskan bahwa Serikat Pekerja Danamon menolak PHK massal. Kemudian kembalikan benefit asuransi menjadi 6,25 persen. Kita juga minta Asuransi dan tunjangan pensiun diberikan. Serta Car Owner Ship Program yang dulu diberikan terhadap pekerja grade VI diberikan satu kendaraan, kini mengapa hanya diberikan uang saja.
“Terakhir, terkait laporan hasil investigasi mereka selalu beralasan si pekerja melakukan pelanggaran berat. Padahal pelanggaran berat yang tuduhkan tidak pernah bisa dibuktikan,” tutup Fadhillah.