TEMPO.CO, Jakarta – Serikat Pekerja PT PLN (Persero) memutuskan untuk mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Gugatan uji materi ini dilakukan karena mereka menilai batas usia pensiun pekerja/buruh di BUMN ini tidak pernah ditentukan dengan jelas.
Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Eko Sumantri dan Sekretaris Jenderal SP PLN Sarwono dalam permohonan yang dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, Rabu 16 September 2020 mengatakan, Pasal 154 Huruf (c) UU Ketenagakerjaan menimbulkan multitafsir dalam menentukan usia pensiun bagi pekerja/buruh. Adapun, Pasal 154 Huruf (c) UU Ketenagakerjaan berbunyi, “Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 Ayat (3) tidak diperlukan dalam hal: (c) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.
Menurut para pemohon yang bertindak sebagai perorangan dan dalam jabatan itu, perjanjian kerja bersama 2010—2012 beserta perubahannya antara serikat pekerja PT PLN dan PT PLN mengatur usia pensiun yang tidak sama untuk semua pekerja. Sebagian pekerja pensiun pada usia 46 tahun dan sebagian lagi pensiun pada usia 56 tahun.
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan mengatur dalam Pasal 15 Ayat (1) pertama kali usia pensiun ditetapkan 56 tahun, kemudian Pasal 15 Ayat (2) menyatakan mulai 1 Januari 2019 usia pensiun sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) menjadi 57 tahun.Untuk itu, adanya perbedaan usia pensiun pegawai PT PLN (Persero) yang termaktub di dalam perjanjian kerja bersama 2010—2012 dan peraturan perundang-undangan, menurut para pemohon, menimbulkan diskriminasi terhadap usia pensiun di antara para pegawai.
Dalam tuntutannya, SP PLN meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan ketentuan Pasal 154 Huruf (c) UU Ketenagakerjaan, sepanjang frasa “perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama” dihapuskan atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. “Jika dikabulkan penghilangan frasa di atas akan berbunyi, ‘Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 Ayat (3) tidak diperlukan dalam hal pekerja buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam peraturan perundang-undangan,” kata Eko.