JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, proyeksi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2022 di kisaran 5,2-5,8 persen sudah mempertimbangkan faktor komprehensif, termasuk dinamika aktivitas ekonomi domestik dan global.
Asumsi pertumbuhan ekonomi pemerintah disusun sebagai dasar merancang RAPBN tahun 2022. Angka tersebut tercantum dalam dokumen kebijakan ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM PPKF) tahun 2022.
Sri Mulyani mengungkapkan, proyeksi tersebut mencerminkan dua sisi, yakni sisi optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi dan di sisi lain tetap memberikan elemen ketidakpastian akibat pandemi.
“Rentang angka outlook pertumbuhan ekonomi tahun 2021 sebesar 4,5-5,3 persen serta proyeksi ekonomi tahun 2022 sebesar 5,2-5,8 persen mencerminkan di satu sisi optimisme terhadap momentum dan potensi akselerasi pertumbuhan ekonomi dari reformasi struktural, namun tetap memberikan elemen ketidakpastian akibat risiko pandemi yang tinggi,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna atas KEM PPKF, Senin (31/5/2021).
Jika didasarkan pada sisi optimisme, tren pemulihan ekonomi sudah terlihat semakin kuat dari berbagai indikator utama.
Perempuan yang kerap disapa Ani itu mengatakan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sudah berada pada angka 100, melebihi tingkat sebelum pandemi Covid-19. Kemudian Indeks Penjualan Ritel (IPR) meningkat lebih dari dobel digit, PMI manufaktur ekspansif sejak 6 bulan terakhir, dan konsumsi listrik di industri dan bisnis tumbuh pada zona positif.
“Momentum pemulihan ekonomi yang kami sebutkan diharapkan akan terus berlanjut sepanjang tahun 2022 seandainya Covid-19 tetap terkendali. Vaksinasi massal diharapkan dapat mengendalikan dan diwujudkan herd immunity pada kuartal I tahun 2022” ucap Sri Mulyani.
Pemulihan ekonomi dinilai semakin terlihat ketika kasus harian Covid-19 diklaim dapat terkendali usai Hari Raya Idul Fitri. Momentum ini membuat aktivitas sosial dan aktivitas ekonomi terjaga dan akan terus pada fase normalisasi ke level sebelum pandemi.
“Kita bersyukur pantauan perkembangan kasus Covid-19 pasca Idul Fitri menunjukkan angka harian yang semoga dapat terus terkendali. Kita berharap antisipasi untuk menerapkan potensi peningkatan kasus harian Covid-19,” ungkap dia.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, proyeksi pemerintah atas pertumbuhan ekonomi tahun 2022 masih cukup sejalan dengan asesmen dari berbagai lembaga internasional, seperti OECD, Bank Dunia, ADB, dan IMF.
Asesmen lembaga dunia ini bervariasi pada rentang 4,3-4,9 persen untuk pertumbuhan ekonomi tahun 2021 dan rentang 5,0-5,8 persen untuk proyeksi tahun 2022. Kendati demikian, rentang proyeksinya masih sangat tinggi.
“Rentangnya masih tinggi menunjukkan asumsi forecast pertumbuhan ekonomi diliputi ketidakpastian yang tinggi akibat Covid-19 maupun pemulihan ekonomi global sendiri,” sebut dia.
Untuk itu kata Sri Mulyani, pemerintah sepakat untuk mengantisipasi potensi risiko yang mungkin terjadi seiring pemulihan ekonomi. Berbagai risiko ini umumnya berasal dari lingkungan eksternal yang tinggi.
Risiko muncul lantara pemulihan ekonomi global diprediksi tidak seragam (uneven recovery), akses dari masing-masing negara terhadap suplai vaksin masih timpang, dan belanja negara untuk countercyclical berbeda-beda.
“Langkah utama tentunya memastikan penanganan pandemi dan pelaksanaan vaksinasi berjalan efektif. Salah satu yang krusial adalah dengan terus membangun ekonomi dengan dasar nilai tambah yang makin tinggi dan kompetitif, baik komoditas maupun destinasi mitra dagang,” pungkas Sri Mulyani.