JAKARTA – Pemerintah dan DPR tetap membahas klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN, dan 32 serikat lain mengancam akan menggelar demo besar-besaran.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan jika pembahasan pasal demi pasal tidak mengakomodir kepentingan buruh, serikat buruh akan menggelar demonstrasi yang melibatkan ratusan ribu buruh. Serikat pekerja menilai pembahasan RUU Ciptaker dilakukan dengan sistem kejar tayang untuk memenuhi target disahkan 8 Oktober 2020.
Said Iqbal mengancam demonstrasi akan dilakukan secara bergelombang setiap hari di gedung DPR dan DPRD seluruh Indonesia. “Tidak hanya itu, KSPI bersama 32 konfederasi lainnya sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok nasional sesuai mekanisme konstitusi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (27/9/2020).
KSPI mengungkapkan aksi itu tidak hanya dilakukan oleh buruh. Namun, sejumlah elemen masyarakat akan bergabung dalam demonstrasi besar itu. Mereka yang sudah menyatakan akan bergabung berasal dari kalangan mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat adat, penggiat lingkungan, penggiat hak asasi manusia (HAM), dan lain-lain.
“Oleh karena itu, KSPI mendesak DPR untuk segera menghentikan pembahasan klaster ketenagakerjaan. Juga tidak mempunyai target waktu atau kejar tayang dalam pembahasan RUU Ciptaker,” tegasnya.
Said Iqbal mengapresiasi sikap tujuh fraksi yang dalam daftar inventaris masalah (DIM) menyatakan untuk kembali ke pasal-pasal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. “Namun demikian, bilamana komitmen ini dilanggar oleh DPR dan Panja Baleg RUU Ciptaker, bisa dipastikan perlawanan kaum buruh dan beberapa elemen masyarakat lain akan semakin masif,” tuturnya.
KSPI menginginkan pembahasan klaster ketenagakerjaan tidak ada target waktu. Yang diinginkan adalah target isi atau hasil agar RUU Ciptaker bisa diterima semua pihak. “Bukannya maunya pemerintah saja,” kritik Said Iqbal.
Beberapa hal yang ditolak buruh adalah hilangnya upah minimum kabupaten/kota (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), adanya upah padat karya, kenaikan upah minimum hanya pertumbuhan ekonomi tanpa menambah inflasi, dan pemutusan hubungan kerja (PHK) dipermudah.
Aturan lain yang ditolak adalah hak upah atas cuti hilang, cuti haid hilang, karyawan kontrak seumur hidup, nilai pesangon dikurangi bahkan komponennya ada yang dihilangkan, dan jam kerja eksploitatif.
“TKA buruh kasar mudah masuk ke Indonesia akan mengancam lapangan kerja untuk pekerja lokal, jaminan kesehatan dan pensiun hilang dengan berlakunya sistem kontrak dan outsourcing seumur hidup, serta hilangnya sanksi pidana,” pungkas Said.