0 0
Read Time:2 Minute, 39 Second

Jakarta – Negara-negara tetangga Indonesia satu per satu terjun ke jurang resesi. Setelah Singapura mengumumkan resesi pada 14 Juli 2020 lalu, kini giliran Filipina yang jatuh ke jurang yang sama setelah pertumbuhan ekonominya mengalami kontraksi dua kuartal berturut-turut.

Badan Pusat Statistik Filipina atau Philippine Statistics Authority (PSA) mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 minus 16,5% dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 (year on year/yoy). Lalu, pada kuartal sebelumnya negara ini mencatat kontraksi ekonomi minus 0,7%.

Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, komposisi kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) antara Indonesia dengan Filipina hampir sama, yakni didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Namun, jumlah penduduk Indonesia dua kali lipat dari Filipina.

“Jadi kalau Filipina yang 75% ditopang konsumsi bisa masuk resesi, artinya Indonesia harus waspada. Karena penduduk Indonesia dua kali lipat, dan porsi konsumsi di Indonesia juga besar sekitar 57% dari PDB. Nah ini artinya Indonesia memang harus menjaga daya beli masyarakat,” kata Bhima kepada detikcom, Kamis (6/8/2020).

Sementara itu, ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan Eric Sugandi menilai resesi Filipina tak akan berpengaruh besar bagi Indonesia.

“Dampak dari Filipina kecil karena Filipina bukan negara tujuan utama ekspor Indonesia, dan bukan negara sumber utama foreign direct investment (FDI) dan investasi portofolio di Indonesia,” tutur Eric kepada detikcom.

Meski begitu, tetap saja ancaman resesi itu ada karena faktor internal Indonesia sendiri.

“Iya, mesti waspada resesi karena kondisi ekonomi domestik Indonesia yang makin melemah berkait COVID-19. Sebelum wabah COVID-19, demand side ekonomi Indonesia sudah melemah karena berakhirnya commodity price boom di tahun 2012 dan beberapa kali kenaikan administered prices di dalam negeri. COVID-19 memperparah,” tambah Eric.

Adapun cara menghindarinya ialah mendongkrak daya beli masyarakat melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN), dan mengurangi beban biaya hidup masyarakat.

“Percepat pencairan dana program bantuan langsung tunai (BLT), bantuan sosial (bansos), dan lain-lain untuk perbaiki daya beli masyarakat. Juga jangan naikkan administered prices seperti tarif dasar listrik, BBM bersubsidi, cukai, dan tarif angkutan. Lalu sektor-sektor ekonomi juga dibuka bertahap tapi tetap dengan perhatikan kondisi wabah di daerah,” ujar Eric.

Selain Indonesia, ada 2 negara lain di ASEAN yang juga berpotensi masuk jurang resesi.

1. Thailand

Pertama adalah Thailand. Pada kuartal I-2020, pertumbuhan ekonomi Thailand mengalami kontraksi hingga 2,2%. Dilansir dari Bangkok Post, Kamis (6/8/2020) pada kuartal II-2020, Executive vice-president Asia Plus Securities (ASP) Therdsak Thaveeteeratham memprediksi pertumbuhan ekonomi Thailand mengalami kontraksi hingga 15% yoy.

Sementara, dilansir dari Thai Enquirer, menurut Head of Research Kasikorn Securities Passakorn Linmaneechote, pertumbuhan ekonomi Thailand di kuartal II-2020 diprediksi mengalami kontraksi hingga 18,5%.

2. Malaysia

Pertumbuhan ekonomi Malaysia pada kuartal I-2020 masih berada pada garis positif, yakni 0,7%. Dilansir dari The Edge Markets, Bank Negara Malaysia (BNM) memprediksi pertumbuhan ekonomi Malaysia akan mengalami kontraksi 2% di kuartal II-2020.

Artinya, pada kuartal II-2020 ini Malaysia belum menunjukkan adanya resesi karena di kuartal sebelumnya masih positif. Meski begitu, Departemen Statistik Malaysia memprediksi Malaysia akan mengalami resesi dalam 4-6 bulan ke depan.

Sementara itu, Trading Economics memprediksi pertumbuhan ekonomi Malaysia akan mengalami kontraksi juga di kuartal III-2020 hingga minus 9,7%.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *