0 0
Read Time:2 Minute, 15 Second

DPPKSPSI.COM, Jakarta — Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengkritisi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang baru saja diterbitkan di penghujung 2022 oleh Presiden Joko Widodo.

Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea mengatakan Perppu yang akhirnya diterbitkan berbeda 99 persen dari draf yang pernah ia dan Presiden KSPI Said Iqbal serahkan.

Ia mengaku telah menyerahkan draf usulan dari para buruh sejak empat bulan lalu.

“Sangat terkejut kami ketika di penghjung 2022, Perppu yang dikeluarkan berbeda jauh dengan draf yang kami berikan,” kata Andi dalam konferensi pers di kantor DPP KSPSI, Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Semestinya, dalam pekan pertama Januari 2023, pihaknya akan kembali memberi draf usulan buruh. Namun, ternyata sudah terbit dan 99 persen berbeda dari yang mereka usulkan.

“Jadi, tadi malam saya sudah melakukan komunikasi tingkat tinggi bersama Pemerintah dan di instansi mana yang berubah,” ujar Andi.

Hal itu dilakukan olehnya karena ketika bertanya kepada pihak Kementerian Ketenagakerjaan, tidak ada yang tahu menahu mengenai isi Perppu tersebut sebelum diumumkan oleh Jokowi.

“Artinya, yang menjadi pertanyaan, saya sebagai yang menyampaikan usulan dari serikat buruh, di instansi mana ini (Perppu Cipta Kerja) berubah?” katanya.

Langkah berikutnya apabila komunikasi bersama Pemerintah gagal, pihaknya akan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

“Langkah itu harus kami ambil apabila tidak ada kejelasan.” ujarnya.

Ia menyebut jika Pemerintah masih memiliki niat baik, usulan dan keinginan buruh dapat diterapkan di peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP).

Adapun beberapa poin yang dikritisi oleh KSPSI, di antaranya mengenai penetapan upah minimum, outsourcing (alih daya), penghapusan cuti panjang, dan besaran pesangon yang diterima pekerja.

Pertama, soal penetapan upah minimum yang ada di dalam pasal 88 disebutkan Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.

Pertama, soal penetapan upah minimum yang ada di dalam pasal 88 disebutkan Gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi.

“Indeks tertentu itu seperti apa? Harus dijelaskan secara jelas. Di dalam pasal tersebut tidak dijelaskan. Misalnya, pertumbuhan ekonomi dan indikator tertentu. Indeksnya seperti apa yang disampaikan Pemerintah?” katanya.

Kedua, pada pasal 64 sampai pasal 66 soal pekerja alih daya atau outsourcing.

Dalam Perppu tersebut tidak dijelaskan secara detail jenis pekerjaan apa saja yang boleh dilakukan oleh pekerja alih daya.

Oleh karena itu, ia menyebut K SPSI meminta Pemerintah agar mengembalikan aturan pekerja alih daya ke UU Ketenagakerjaan yang membatasi lima jenis pekerjaan, yaitu sopir, petugas kebersihan, security, catering, dan jasa migas pertambangan.

Ketiga, penghapusan cuti panjang bagi pekerja.

“Keempat, mengenai besaran pesangon yang diterima pekerja di Perppu Cipta Kerja tidak ada bedanya dengan UU Cipta Kerja,” ujar Andi.

“Itu dapat mengakibatkan pekerja tidak bisa melakukar perundingan atas pesangon yang biasanya diterima dua atau tiga kali lebih besar dari ketentuan, sesuai dengan kemampuan perusahaan,” katanya melanjutkan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *