Jakarta — Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea bersama Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal memimpin langsung aksi unjuk rasa ribuan buruh di Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2024).
Di atas mobil komando, Andi Gani mengungkapkan, ada tiga tuntutan utama dalam aksi buruh kali ini.
Pertama, meminta Pemerintah merevisi Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan.
Kedua, Pemerintah harus segera melakukan tindakan atas badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang akhir-akhir ini menimpa ribuan buruh di industri tekstil.
Ketiga, buruh meminta agar aturan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dicabut dan dibatalkan.
“Kami berharap Pemerintah ke depan dapat mengeluarkan Perppu untuk mengganti UU Cipta Kerja. Aksi ini serentak tidak hanya di Jakarta tapi juga digelar di beberapa daerah di Indonesia,” kata Andi Gani.
Andi Gani yang juga Presiden ASEAN Trade Union Council (ATUC) ini meminta Pemerintah untuk mendengarkan suara dan aspirasi buruh. Karena, buruh saat ini berada dalam kondisi sangat sulit.
Andi Gani yang juga Presiden ASEAN Trade Union Council (ATUC) ini meminta Pemerintah untuk mendengarkan suara dan aspirasi buruh. Karena, buruh saat ini berada dalam kondisi sangat sulit.
Keyakinan Iqbal bukan tanpa alasan, dalam beberapa kesempatan, Prabowo menyatakan outsourcing harus dihapus, itu sesuai.
“Kemudian meningkatkan upah rakyat, itu juga sesuai. Jadi Perppu adalah jalan tercepat mencabut UU Cipta Kerja,” tegasnya.
Iqbal mengatakan, buruh melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi karena setidaknya ada 9 alasan mengapa Pemerintah harus mencabut UU Cipta Kerja.
Diantaranya, aturan ini mengembalikan konsep upah minimum menjadi upah murah, outsourcing tanpa batasan jenis pekerjaan sehingga menghilangkan kepastian kerja bagi buruh, memungkinkan kontrak kerja berulang-ulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap, dan dalam UU Cipta Kerja pesangon yang diberikan hanya setengah dari aturan sebelumnya sehingga merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.
“Aksi ini diharapkan dapat memberikan tekanan yang kuat kepada Pemerintah untuk mendengarkan suara pekerja dan mencabut UU Cipta Kerja yang telah terbukti merugikan,” ucapnya.