TEMPO.CO, Jakarta – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta mengimbau perkantoran mematuhi protokol kesehatan 25 persen kapasitas selama pembatasan sosial berskala besar atau PSBB Jilid II.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta Andri Yansah mengatakan pemerintah tidak bakal segan untuk mengembalikan kebijakan penutupan 100 persen perkantoran non esensial jika ditemukan banyak pelanggaran dan Covid-19 meningkat pada PSBB jilid II.
“Jangan salahkan kami suatu saat yang kami lakukan pengetatan PSBB kembali,” kata Andri saat dihubungi, Selasa, 15 September 2020.
Menurut dia, kantor yang lalai menerapkan protokol kesehatan bisa mengancam pekerja terinfeksi Covid-19. Selain itu, perusahaan juga diharapkan transparan jika menemukan kasus Covid-19. “Karena kalau tidak ada peran serta dari perusahaan atau perkantoran sama saja bohong (penerapan PSBB),” ujarnya.
Pemerintah tidak bakal segan menutup perusahaan non esensial jika tidak menerapkan protokol 25 persen kapasitas dan perusahaan esensial 50 persen kapasitas.
“Kategori esensial kalau lebih dari 50 persen kapasitas tetap kami tutup. Bukan berarti dia masuk dalam yang dikecualikan dia gak bisa ditutup,” ucapnya. “Kalau melanggar protokol yang dianggap penting juga kami tutup sementara.”
Dinas Tenaga Kerja telah membentuk 25 tim untuk mengawasi protokol kesehatan. Setiap tim terdiri dari empat orang. Pemerintah juga mengimbau setiap perusahaan membentuk pengawas internal dengan memanfaatkan tenaga panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja atau P2K3 yang sudah ada.
Menurut Andri, P2K3 telah diamanatkan melalui Undang-Undang nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja. “Sebenarnya sudah jauh-jauh hari diamanatkan sehingga dia membantu kami untuk mengawasi di lingkungannya. Untuk mengawasi karyawannya,” ucapnya.