Merdeka.com – Dana pekerja yang diinvestasikan di pasar modal dinilai aman dan prospektif, jika dikelola sesuai ketentuan investasi dengan memilih instrumen tepat. Investor disarankan untuk lebih hati-hati dengan tiga indikator ini; bisnis perusahaan memburuk, utang besar, dan sahamnya mudah ‘digoreng’.
Hasan Zein Mahmud, pengamat ekonomi dan investor pasar modal, mengatakan jika bisnis memburuk dan diperkirakan berlangsung lama, maka investor harus mulai hati-hati.
Demikian pandangan Hasan dalam webinar bertajuk “Dana Pekerja: Amankan Investasi di Pasar Modal?” yang digelar oleh Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS), kemarin (23/3).
Dana pekerja yang dimaksud di sini adalah dana para pekerja di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) sebesar Rp 472,9 triliun. Sebanyak 65 persen, setara Rp307,3 triliun, diinvestasikan di surat utang sebagai aset investasi di pasar modal.
Sedangkan Rp 70,9 triliun (15 persen) diputar di bursa saham sebagai aset jangka panjang. Kemudian Rp 52 triliun (11 persen) disimpan dalam bentuk deposito. Sisanya; 8 persen dibelanjakan produk reksadana dan 1 persen dalam bentuk properti dan penyertaan modal.
Menurut Hasan, jika perusahaan memiliki utang besar, maka ekspektasi return on equity (ROE) akan lebih kecil dari yield obligasi. Sehingga investor harus lebih waspada terhadap saham tersebut. “Jangan ragu untuk melakukan cut loss untuk menghindari kerugian yang lebih besar.”
Ciri-ciri lain saham yang harus dihindari adalah tidak likuid, harganya sering kacau, spread lebar, dan mudah sekali digoreng. Saham gorengan adalah saham yang harganya naik dan turun akibat direkayasa demi mendapatkan keuntungan jangka pendek.
Saham ini juga kualitasnya buruk bahkan berisiko tinggi merugikan para investor. Ada oknum yang memainkan pergerakan saham, seolah-olah emiten tersebut memiliki fundamental yang bagus, ditawarkan dalam harga murah sekaligus memberikan iming-iming keuntungan besar.
Ryan Kiryanto, Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyatakan OJK berkomitmen penuh menjamin keamanan investasi di pasar modal melalui kebijakan berorientasi bagi perlindungan investor. Pengelolaan dana di pasar modal diawasi OJK dan Securities Investor Protection Fund (SIPF), lembaga perlindungan dalam mengatasi masalah investasi yang hilang akibat penipuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi para investor.
“Pandemi Covid-19 menyebabkan turunnya nilai pasar sehingga masyarakat khawatir mengenai dana yang disimpan. Ekonomi akan membaik sehingga investasi akan tumbuh seiring dijalankannya economic recovery policy framework 2021,” tegas dia.
Belajar dari Kasus Jiwasraya
Sementara, Adnan Topan Husodo, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), menambahkan soal pencegahan korupsi di sektor keuangan. Korupsi yang terjadi baik di BUMN maupun BUMD menyebabkan kerugian negara. Modus operandi korupsi yang paling banyak adalah penyalahgunaan wewenang dan laporan fiktif.
“Mencegah korupsi dapat dilakukan dengan berbagai strategi, antara lain analisis risiko proses bisnis, regulasi, pengembangan red flag, investigasi, sting operation, penguatan pengawas internal, penguatan WBS, pengaturan, dan pengelolaan konflik kepentingan,” ujarnya.
Penerapan Sistem Manajemen Anti Suap (SMAP) atau ISO 37001 juga bisa membantu mencegah, mendeteksi, dan menangani potensi penyuapan. Sistem ini akan meningkatkan kredibilitas di mata publik, pelanggan, dan investor dalam serta luar negeri.
Adnan mengingatkan, belajar dari kasus Jiwasraya, praktik penyimpangan terjadi bertahun-tahun tanpa ada tindakan dan mencegah terjadinya bencana lebih besar. “Hasil audit BPK tidak digubris.”
Direktur Eksekutif LPDS Hendrayana mengatakan tujuan menggelar webinar ini adalah untuk memberikan pemahaman bagi wartawan bagi peliputan di bidang ekonomi, khususnya pasar modal. “Ini sesuai dengan visi LPDS yaitu meningkatkan kualitas pers di Tanah Air,” ujarnya.