Jakarta – BPJS Kesehatan mendapatkan angin segar lantaran pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menerbitkan aturan urun biaya atas penyalahgunaan manfaat layanan kesehatan.
Kepala Humas BPJS kesehatan M Iqbal Anas Maruf mengatakan penerbitan aturan urun biaya juga sesuai amanat Perpres Nomor 82 Tahun 2018.
“Jadi pengenaan urun biaya kan lazim dilakukan asuransi sosial, di UU kita jelas untuk penyakit tertentu yang berpotensi salah penggunaan manfaat harus diperlakukan urun biaya. Memang sudah lama diperintahkan karena negara lain juga memberlakukan hal yang sama,” kata Iqbal saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Selanjutnya, kata Iqbal, diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 51 tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan, agar masyarakat pun berkontribusi terhadap BPJS Kesehatan.
Kontribusi masyarakat, kata Iqbal agar tidak terulang defisit keuangan yang selama ini dialami oleh BPJS Kesehatan.
Pada tahun 2018, BPJS Kesehatan mendapat suntikan modal dari pemerintah tahap pertama Rp 4,9 triliun dan tahap kedua Rp 5,2 triliun atau totalnya Rp 10,1 triliun.
Oleh karena itu, lanjut Iqbal, melalui aturan baru ini. Pemerintah ingin mengatur masyarakat secara disiplin dalam menggunakan manfaat layanan kesehatan.
“Makanya sebetulnya pasien harus ada kontribusi,” ujar dia.
Hanya saja, aturan yang telah diundangkan pada pertengahan Desember 2018 ini masih belum berlaku dan masih ditentukan jenis penyakitnya yang terkena urun biaya. (hek/ara)