0 0
Read Time:2 Minute, 24 Second


Merdeka.com – Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) mengancam akan melakukan mogok kerja dalam waktu dekat. Mereka menuntut direksi menghapus peraturan tentang pernikahan bagi pekerja di PT KAI (Persero).

Rencana aksi mogok kerja tersebut berdasarkan putusan dalam rapat pimpinan SPKA di Palembang, Jumat (21/6). Rapat ini dihadiri seluruh pimpinan SPKA se-Jawa dan Sumatera.

Ketua Umum SPKA Edi Suryanto mengungkapkan, cara ini ditempuh karena berlarutnya penyelesaian masalah pernikahan bagi karyawan dampak dari yang dikeluarkan direksi PT KAI pada Maret 2018. Aturan itu membuat banyak pekerja yang berstatus suami istri harus dipisahkan dalam tempat berjauhan.

“Ada 150 pasutri pekerja KA dimutasikan di tempat jauh, mereka dipisahkan oleh aturan direksi. Jelas itu melanggar hak asasi, hak asasi yang dizolimi, lagi pula undang-undang tentang itu sudah dicabut Mahkamah Konstitusi,” ungkap Edi.

Menurut dia, penempatan pekerja dalam satu tempat kedudukan bagi pasutri bukan hal yang dapat menimbulkan konflik kepentingan. Masalah ini sebenarnya sudah melalui jalur perundingan antara SPKA dengan direksi sejak 5 September 2018 namun belum membuahkan hasil.

“Secepatnya kami akan melayangkan keberatan kepada direksi agar aturan itu dicabut karena merugikan pekerja, terutama pelaksana. Kedudukan pekerja yang dimutasi akibat aturan itu harus dikembalikan,” ujarnya.

Jika direksi tetap menjalankan aturan tersebut, kata dia, SPKA bakal menggelar aksi turun ke jalan yang diikuti seluruh karyawan kereta api. Jika perlu, mereka akan melakukan mogok kerja sehingga berimbas pada operasional kereta api di seluruh Indonesia.

“Kami akan berunding dulu dengan direksi, tapi kalau tidak dikabulkan, kami gelar aksi panjang sampai dipenuhi, jika perlu mogok kerja,” tegasnya.

Pihaknya juga menuntut penyesuaian penghasilan pekerja. Dalam PKB antara SPKA dan manajemen PT KAI disepakati penetapan gaji pokok didasarkan pada tabel TDIPIP gaji pegawai negeri sipil yang berlaku dikalikan 110 persen. Sementara upah pokok pekerja saat ini baru 105,2 persen dari gaji pokok PNS.

“Artinya, masih ada kekurangan 4,8 persen. Itu semestinya harus disesuaikan, ini juga yang kami tuntut,” terangnya.

Edi menjabarkan, dari 150 pasangan suami istri karyawan perusahaan itu dimutasi di tempat berjauhan, sekitar 30 di antaranya rawan bercerai. Hal ini lantaran kondisi terburuk paling terasa bagi pekerja pelaksana dengan gaji dan tunjangan kecil, sehingga kesulitan pulang menemukan istri dan anak-anaknya.

“Kami prihatin dengan kondisi internal kami, ada 150 pasangan suami istri tak bisa berkumpul karena dipisahkan tempat kerja akibat aturan direksi tak manusiawi,” ungkap Edi.

Dari laporan yang diterimanya, ada 20 persen atau 30 pasutri korban mutasi sedang mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Kejadian ini tak perlu terjadi jika direksi mengambil kebijakan tidak merugikan karyawannya.

“Bagaimana tidak, pindah keluar Jawa misalnya, di bawah UMR, tanpa tunjangan, tiket pesawat mahal, ketemu istri anak susah, paling setahun sekali. Makanya ada 20 persen pasutri yang dimutasi lagi gugat cerai,” kata dia.

Dia menambahkan, mutasi karyawan bagi pasutri pekerja PT KAI sangat berpengaruh terhadap kinerja. Karyawan tidak bisa konsentrasi terhadap tanggung jawabnya akibat psikologisnya terbebani.

“Masak urusan keluarga atau cinta perusahaan campur tangan. Direksi harus bertanggung jawab,” pungkasnya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *