Jakarta – Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) akan melakukan aksi mogok kerja jika tuntutan penghapusan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja tak terpenuhi. Mereka menuntut agar UU tersebut khususnya klaster Ketenagakerjaan dihapus karena dinilai memberikan dampak bagi para buruh Indonesia.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, sebelum melakukan aksi mogok kerja pihaknya akan menempuh jalur hukum melalui agenda sidang Uji Formil UU Ciptaker oleh Mahkamah Konstitusi. Para buruh disebutnya mengawal keputusan tersebut dengan demo di masing-masing perusahaan dan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
“Bahkan tidak menutup kemungkinan, ini bukan mengancam, bilamana hakim konstitusi tidak berlaku adil dalam memutuskan perkara omnibus law cipta kerja baik uji formil maupun materil, merugikan buruh, mogok nasional kami persiapkan walaupun di tengah pandemi covid,” kata Said dalam konferensi pers virtual, Senin (23/8/2021).
Dia juga berujar, selama ini buruh yang bekerja di sektor ekspor seperti tekstil dan garmen harus bekerja 100% tanpa ada sistem Work From Home seperti yang digadang-gadangkan.
“Kalau ini tidak didengar dan tidak diperhatikan MK kami akan mogok nasional. Menghentikan produksi, (dasar hukumnya) UU nomor 21 tahun 2000, UU 13 tahun 2003 boleh, UU tahun 1998 boleh, dan tidak melanggar prokes tapi proses produksi berhenti,” ujarnya.
Said menambahkan, secara ekonomi para buruh memang akan sangat terpukul. Namun, kata dia, lebih terpukul lagi dengan adanya UU Cipta Kerja.
“Jutaan buruh akan berhenti. Secara Ekonomi akan terpukul, ya kami juga begitu, terpukul karena omnibus law. Oleh karena itu kami memohon kepada hakim MK untuk mengabulkan uji formil dan uji materil yang dilakukan oleh buruh,” imbuhnya.
Selain itu, di saat Sidang Uji Formil UU Cipatker di Mahkamah Konstitusi yang diagendakan pada 25 Agustus mendatang, para buruh juga berencana akan melakukan demonstrasi. Di saat bersamaan, pihaknya juga mendapatkan petisi di mana ada 1 juta orang yang meminta untuk membatalkan UU Omnibus Law.
“Omnibus itu sudah terjadi, gara-gara omnibus law buruh harian, udah gajinya di bawah minimum, kalau isoman dua minggu upahnya dipotong dua minggu. Makan dari mana? Itu yang menjadi persoalan. Makanya kami sungguh-sungguh memperjuangkan omnibus law,” tuturnya.
“Sidang formil nanti juga kami sudah mendapatkan petisi 1 juta tanda tangan buruh dan elemen gerakan sosial lain yang meminta MK secara hormat, tanpa maksud mengancam untuk meminta omnibus itu dibatalkan. Kami berharap 10 juta orang ikut tanda tangan sampai MK mendengar ada jutaan orang meminta agar dibatalkan Omnibus Law UU Ciptaker,” pungkasnya.