Jakarta, CNBC Indonesia – Serikat buruh menolak keinginan pengusaha untuk revisi Undang Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengklaim mayoritas serikat buruh menolak revisi karena perubahan-perubahan yang diminta pengusaha dinilai bertentangan dengan kesejahteraan buruh.
“Sebenarnya, sejak zaman pemerintahan Pak SBY, revisi UU Ketenagakerjaan ini selalu menjadi isu yang disuarakan teman-teman pengusaha karena dianggap kaku dan tidak ramah investasi. Tapi kalau memang ingin ramah investasi, kenapa mengurangi kesejahteraan buruh?” ujar Iqbal kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/7/2019).
Menurut Iqbal, keinginan pengusaha merelaksasi aturan di dalam UU Ketenagakerjaan terkait upah minimum, pesangon dan outsourcing adalah upaya untuk menurunkan taraf kesejahteraan buruh.
“UU ini saja bunyinya sudah soal ketenagakerjaan, bukan investasi. Kalau mau revisi ya yang diubah UU Penanaman Modal Asing, UU Perindustrian, atau UU Perdagangan. Sementara ini revisinya mengarah pada kondisi yang lebih buruk makanya kita tolak,” jelas dia.
Ia menjelaskan, UU Ketenagakerjaan selama ini hanya membahas hal-hal yang normatif terkait hak-hak pekerja, dari mulai pra-kerja, sedang bekerja hingga pasca kerja. UU ini pun sudah mengacu pada Konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO).
“Pengusaha mempersoalkan upah dan pesangon. Upah minimum itu kan safety net yang mengacu pada survei kebutuhan hidup. Ini sudah didasarkan pada Konvensi
ILO supaya tidak ada eksploitasi pekerja. Semua negara di dunia menerapkan itu,” tambahnya.