Reaktor.co.id – Nasib tragis dialami Rusli Rahadi, karyawan PT Yamaha Indonesia. Saat masuk kerja, pada Senin (12 Agustus 2019), Rusli yang sehari-hari menjabat Ketua Pimpinan Unit Kerja (PUK) PT. Yamaha Indonesia menerima dua surat sekaligus, yakni Surat Peringatan (SP) III dan Surat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Nasib serupa juga dialami Bani Putra, Sekretaris PUK PT. Yamaha Indonesia. Rusli menuturkan, saat menerima berkas surat itu ia tidak mau menandatangani. Pada hari Rabu (14 Agustus 2019), Rusli tetap masuk kerja namun ia dicegah masuk ke lokasi kerja oleh sekuriti perusahaan. Rupanya, kedua surat itu dikirimkan manajemen perusahaan ke kediaman Rusli melalui jasa ekspedisi pada hari Rabu (14 Agustus 2019).
Dari salinan surat SP III dan Surat PHK yang dibaca reaktot.co.id, dasar pertimbangan manajemen PT Yamaha Indonesia mengeluarkan SP III dan Surat PHK itu adalah karena Rusli dan kawan-kawan telah menghasut para pekerja untuk tidak melakukan pekerjaan lembur (overtime) malam sebelum dan setelah tanggal 2 Juli 2019. Perusahaan mengklaim telah mengalami kerugian besar akibat dari perbuatan Rusli dan kawan-kawan.
Keesokan harinya, Kamis (15 Agustus 2019), ia tetap mencoba masuk kerja, tapi tetap ditolak masuk oleh sekuriti.
Tidak terima atas kebijakan manajemen perusahaan atas dirinya, Rusli kemudian mengadukan masalahnya ke DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur pada Selasa (13 Agustus 2019) pagi. Ia diterima langsung oleh ketua, sekretaris, dan sejumlah pengurus DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur.
Apa respons dari pengurus DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur? Menurut pengakuan Rusli, hasil Rapim DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur meminta dirinya, selaku ketua PUK PT Yamaha Indonesia, untuk membuat surat penunjukkan Plt. Ketua dan Plt. Sekretaris PUK PT Yamaha Indonesia. Alasannya untuk mengisi kekosongan komando organisasi di PUK PT. Yamaha Indonesia. Karena Rusli dan Bani Putra sudah tidak berstatus sebagai karyawan/pekerja PT. Yamaha Indonesia.
Rusli manut dengan saran dari DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur. Ia buat surat penunjukan Plt. ketua dan Plt. sekretaris PUK PT Yamaha Indonesia dimaksud ditandatangani oleh Rusli dan Bani Putra. Isi surat itu menunjuk Wakil Ketua I sebagai Plt. ketua dan Wakil Sekretaris sebagai Plt. sekretaris PUK PT. Yamaha Indonesia.
“Sembari bercanda dengan teman-teman PUK yang menyaksikan, saya berseloroh ‘ini saya keluarkan Supersemar’,” ungkap Rusli kepada reaktor.co.id.
Kemudian, DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur mengirimkan surat ke manajemen PT. Yamaha Indonesia berisi pemberitahuan tentang penunjukan Plt ketua dan Plt sekretaris PUK PT Yamaha Indonesia terkait kekosongan pucuk pimpinan pasca di-PHK-nya ketua dan sekretaris PUK PT. Yamaha Indonesia oleh manajemen perusahaan.
Dikatakan Rusli, pengurus PUK baru belum membuat surat pernyataan resmi yang ditandatangi oleh Plt ketua dan Plt. sekretaris PUK mereaksi keputusan manajemen perusahaan mem-PHK Rusli dan Bani Putra. Ia berharap, Plt ketua dan plt sekretaris PUK bisa segera membuat sikap resmi atas keputusan manajemen perusahaan yang mem-PHK dirinya dan Bani Putra.
Rusli menolak keras alasan yang dipakai manajemen perusahaan mem-PHK dirinya sebagai penghasut karyawan untuk tidak lembur malam. Rusli mengingatkan, pada awal Juli 2019 itu suasana masih bergejolak terkait aksi tuntutan kenaikan gaji oleh karyawan kepada perusahaan. Belum ada respons positif dari perusahaan atas tuntutan karyawan tersebut. Sehingga ada semacam aksi moral dari karyawan.
“Karena belum ada kejelasan sikap perusahaan atas tuntutan karyawan soal kenaikan gaji, jadi karyawan sepakat melakukan aksi moral untuk tidak lembur malam dan itu bagian dari yang tidak terpisahkan dari karyawan menuntut kenaikan gaji,” terang Rusli.
“Karyawan juga sebenarnya tidak mau lembur malam kalau urusan tuntutan kenaikan gaji belum selesai. Faktanya di lapangan, dari unsur pimpinan perusahaan justru memaksa karyawan untuk lembur. Tapi karyawan tidak mau. Leader-leader dipanggil oleh pimpinannya disuruh lembur, tapi leadernya tidak mau.”
Rusli menceritakan, aksi tuntutan kenaikan gaji oleh karyawan PT Yamaha Indonesia mulai berlangsung pada bulan Februari 2019. Perjuangan para karyawan membuahkan hasil. Setelah melalui dinamika yang cukup panjang, pada 11 Juli 2019, manajemen perusahaan akhirnya memenuhi tuntutan kenaikan gaji karyawan.
“Kedua belah pihak akhirnya mencapai kata sepakat, menyetujui besaran kenaikan gaji karyawan yakni rata-rata 11 persen. Manajemen perusahaan memenuhi tuntutan karyawan. Ada hitam di atas putihnya, ditandatangani oleh pimpinan perusahaan dengan saya selaku ketua PUK dan sekretaris PUK mewakili karyawan pada tanggal 11 Juli 2019 pagi. Jadi tanggal 11 Juli itu praktis aksi tuntutan kenaikan gaji oleh karyawan berakhir karena yang diinginkan sudah tercapai,” tutur Rusli.
Pada sore hari yang sama, kata Rusli, ketika perusahaan menawarkan lembur dengan SPL (surat perintah lembur) melalui pimpinan lapangan, karyawan pun bersedia lembur. Karena persoalan tuntutan kenaikan gaji sudah selesai.
Bentuk penyikapan karyawan
Aksi tuntutan karyawan itu berlangsung berbulan-bulan. Sebagai bentuk sikap pada manajemen perusahan yang tak kunjung menanggapi tuntutan itu, maka para karyawan sepakat memutuskan untuk tidak lembur malam.
“Kan yang namanya simbol aksi pada perusahaan bermacam-macam. Ada yang memakai pita hitam di lengan. Atau memasang spanduk di lingkungan perusahaan. Nah, bentuk penyikapan yang ditempuh oleh karyawan PT Yamaha Indonesia adalah dengan tidak lembur malam,” jelas Rusli.
Menurut Rusli, kesepakatan karyawan untuk tidak lembur malam dimulai setelah lebaran Idul Fitri sampai dengan tanggal 11 Juli, saat terjadi kesepakatan dua pihak. Jadi keputusan karyawan tidak lembur malam berlangsung sekitar selama 1 bulan. Langkah karyawan itu ditempuh karena mereka kecewa ternyata gaji belum naik. THR masih memakai gaji lama. Begitupun bonus juga memakai acuan gaji lama.
“Saya tidak melakukan penghasutan sebagaimana dituduhkan manajemen perusahaan yang kemudian menjadi dasar pertimbangan PKH atas diri saya. Di samping itu, yang namanya lembur malam itu sifatnya tidak wajib. Dan yang namanya lembur harus atas dasar kesepakatan kedua pihak. Justru manajemen perusahaan yang memaksa karyawan untuk lembur. Kalau dipaksakan berarti sama saja eksploitasi tenaga kerja,” papar Rusli yang telah 4 periode mengabdikan diri sebagai pengurus PUK PT. Yamaha Indonesia.
“Kalau saya melakukan tindak pidana atau indispliner, pantaslah manajemen mem-PHK saya. Tapi ini berkaitan dengan tugas saya sebagai pengurus serikat pekerja di tingkat perusahaan, memperjuangkan aspirasi anggota PUK yang berjumlah 1.300 orang.”
Selain ke DPC FSP LEM SPSI Jakarta Timur, Rusli juga sudah melaporkan apa yang ia alami kepada DPD FSP LEM SPSI DKI Jakarta, dan DPP FSP LEM SPSI.
Sebagai organisasi yang menaungi Rusli Rahadi dan Bani Putra, FSP LEM SPSI menilai, tindakan terhadap Rusli dan Bani merupakan penghinaan terhadap organisasi sebab keduanya adalah ketua dan sekretaris PUK simbol dari eksitensi organisasi pekerja di perusahaan. Apalagi ini adalah ekses dari perjuangan karyawan didukung oleh PUK dalam menuntut kenaikan gaji.
FSP LEM SPSI akan memberikan pembelaan secara maksimal kepada Rusli dan Bani dengan segenap perangkat dan sumber daya yang dimiliki.