Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan sejumlah risiko yang bakal dihadapi industri perbankan jika pandemi COVID-19 berkepanjangan. Paling tidak ada tiga risiko yang akan dihadapi perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, risiko yang pertama adalah risiko kredit. Hal itu terjadi karena sektor riil terutama UMKM mulai kesulitan membayar kewajibannya kepada perbankan.
“Pertama kami melihat ada risiko-risiko kredit. Ini tentunya mulai akan terlihat kalau sektor UMKM kita mulai terganggu dan tidak membayar kewajibannya kepada industri keuangan kita,” kata dia dalam diskusi online yang tayang di YouTube, Jumat (15/5/2020).
Menurutnya kondisi tersebut akan membuat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) meningkat. Namun dia yakin perbankan pasti akan berpikir bagaimana memitigasinya jika risiko tersebut benar-benar terjadi.
Lalu yang kedua adalah risiko pasar, yaitu perubahan aset lembaga jasa keuangan yang diakibatkan oleh yield instrumen keuangan dan pelemahan nilai tukar.
“Juga ada risiko pasar karena memang akibat dari pelemahan yield instrumen keuangan, kemudian juga pelemahan nilai tukar, itu pasti akan terjadi juga risiko pasar,” sebutnya.
Risiko likuiditas juga membayangi industri perbankan jika merebaknya virus Corona berlarut-larut.
“Ke depan kita terus akan melakukan pemantauan day to day karena tekanan likuiditas akibat dari pressure tadi, kalau nasabahnya tidak membayar, kemudian pasti banknya akan mulai anget itu cash flow-nya, bagaimana memenuhi likuiditasnya,” tambahnya.