Suara.com – Gerakan Buruh bersama Rakyat (GEBRAK) mendesak pemerintah untuk menegur perusahaan yang memaksa buruhnya bekerja tanpa dilengkapi alat pelindung diri supaya tak terinfeksi Covid-19. Kekinian masih banyak pabrik yang mengabaikan keselamatan buruh-buruhnya di tengah pandemi virus corona.
“Sampai sekarang kami melihat tidak ada tindakan dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan yang mengabaikan keselamatan buruhnya,” kata Ketua Umum Konfederasi Aliansi Buruh Seluruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/3/2020).
GEBRAK menyerukan kepada seluruh buruh agar melakukan tekanan kepada perusahaan agar mengurangi proses produksi untuk mengurangi resiko penularan Covid-19 dengan tetap membayar penuh hak buruh. Sementara bagi perusahaan sektor strategis dan esensial, harus ada jaminan buruh dipekerjakan dengan menjalani protokol kesehatan secara ketat demi melindungi kesehatan para buruh seperti alat pelindung diri, hand sanitizer, management physical distancing, perbaikan gizi, vitamin, serta pemberian insentif tambahan.
“Jika proses produksi tetap berjalan tanpa ada perlindungan kesehatan, GEBRAK menyerukan kepada seluruh buruh agar melakukan #LockdownPabrik sesegera mungkin,” ujarnya.
Gelombang PHK Akibat Pandemi Corona
Sektor industri padat karya yang berorientasi ekspor seperti garmen, tekstil dan alas kaki mulai melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja) seiring dengan menurunnya permintaan dari negara megara Eropa dan Amerika. Begitu juga di sektor-sektor industri lainnya. Namun, hingga saat ini tidak ada kebijakan pemerintah yang menjamin kelas buruh Indonesia terhindar dari ancaman kehilangan pekerjaan.
Insentif-insentif ekonomi yang diberikan tidak menghentikan gelombang PHK yang terjadi.
“Sementara skema insentif lewat Kartu Prakerja juga diragukan efektifitasnya mengingat dampak pekerja kena PHK akan jauh lebih besar dari cakupan bantuan ini,” jelas Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah.
Oleh karena itu, GEBRAK mendesak pemerintah memberikan jaminan agar tidak ada PHK selama krisis Covid-19.
Pemotongan Upah
Ironisnya, pemerintah justru melindungi pengusaha dengan membuka peluang terjadinya pemotongan upah lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19. Surat edaran itu mengizinkan adanya perubahan besaran dan waktu pembayaran upah sesuai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh. Namun kenyataannya hanya berdasarkan keputusan pengusaha.
Buruh kembali dikorbankan dalam menanggung dampak perlambatan ekonomi. Padahal berbagai stimulus dan kemudahan telah diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha sejak Paket Kebijakan Ekonomi 2015, keringanan pajak hingga stimulus ekonomi dalam masa krisis Covid-19.
“Semua kebijakan hanya memberikan manfaat bagi pengusaha namun tidak memberi manfaat bagi kaum buruh,” ujar Ilham.
Oleh karena itu, GEBRAK mendesak Kementerian Ketenagakerjaan mencabut Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 yang merugikan buruh dan bertentangan dengan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sementara itu, di tengah wabah virus corona banyak pekerja lepas yang diupah harian kehilangan pekerjaan.
Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI) hingga 25 Maret, tercatat ada lebih dari 110 pekerja lepas yang kehilangan pekerjaan akibat krisis Covid-19 ini. Mereka dalam kondisi sulit karena tetap harus membayar tagihan dan kebutuhan pokok sementara tidak ada pekerjaan.
“Para pekerja lepas berharap ada kebijakan yang membela mereka dalam kondisi krisis ini,” ungkap Ketua Pengurus Harian SINDIKASI Ellena Ekarahendy.
Oleh karena itu, GEBRAK mendesak pemerintah agar mengeluarkan kebijakan insentif untuk mengurangi beban pekerja harian, berpenghasilan rendah, dan korban PHK. Insentif tersebut dapat berupa pembebasan tagihan listrik, gas, air bersih, iuran BPJS Kesehatan, iuran BPJS Ketenagakerjaan, relaksasi kredit pemilikan rumah (KPR), dan kredit pemilik kendaraan.