Merdeka.com – Pariwisata dan ekonomi kreatif menjadi sektor yang sangat terdampak dari pandemi Covid-19. Hampir seluruh sektor ekonomi kreatif mengalami tekanan selama 2020 lalu.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Raden Kurleni Ukar mengatakan, ada beberapa sektor yang mengalami penurunan tajam. Mulai dari subsektor aristektur, periklanan, dan kuliner. Ini terjadi akibat rendahnya permintaan di tiga subsektor tersebut.
“Subsektor arsitektur dan periklanan masing-masing turun 5,2 persen, kuliner terkontraksi 3,89 persen. Ketiganya paling terdampak pandemi Covid-19,” ujarnya dalam diskusi Mendobrak Inersia Pemulihan Ekonomi, Selasa (27/4).
Meski demikian, masih terdapat dua subsektor yang menjadi tumpuan ekonomi kreatif selama tahun lalu. Di antaranya yakni televisi dan radio hingga aplikasi dan game developer. Kedua subsektor ini masih tumbuh positif selama tahun lalu.
Adapun pertumbuhan televisi dan radio tercatat sebesar 10,48 persen di 2020. Disusul oleh aplikasi dan game yang tumbuh 4,47 persen sepanjang tahun lalu.
“Kita perlu tetap optimistis, kita percaya dari balik masalah ini ada peluang. Subsektor TV dan radio, serta aplikasi game ini para gamers, mengalami pertumbuhan positif, meskipun pertumbuhannya masih rendah ya kalau kita lihat dari 2019,” jelasnya.
55 Persen Musisi Indonesia Jual Alat Musik untuk Bertahan Hidup
Febrian Nindyo Purbowiseso atau dikenal sebagai Febrian HIVI menyebut bahwa sekitar 55 persen dari musisi Indonesia kini telah menjual alat musiknya untuk bertahan hidup selama masa pandemi Covid-19.
Angka itu didapatnya saat melakukan survei bersama Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) kepada 186 orang, dengan wilayah kerja untuk DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Menurut Febrian, pekerjaan musisi yang selama ini banyak mengandalkan panggung offline memang sangat terdampak pandemi. Sehingga mau tak mau mereka harus menjual alat musik yang selama ini jadi sumber pendapatannya.
“Ketika tanya apakah Anda sempat menjual alat musik atau aset lain yang berhubungan dengan profesi musik untuk dapat bertahan, 55 persen menjual alat musiknya untuk bisa tetap bertahan,” kata dia saat berkunjung ke Kemenko Perekonomian, Rabu (14/4).
Pada survei bersama Fesmi tersebut, Febrian HIVI juga mendapati banyak musisi yang kini menjalani usaha sampingan di luar profesi utamanya. Hal itu terpaksa dilakukan karena hampir semua akses pekerjaan kecuali digital menjadi tertutup.
Kendati begitu, dia menyebutkan, usaha sampingan tersebut ternyata belum bisa menutupi seluruh kebutuhan yang tampak meningkat akibat minimnya tawaran pekerjaan bagi musisi selama pandemi.
“Usaha-usahanya bisa kita lihat, memang paling banyak adalah kuliner. Lalu juga ada fashion dan turunannya, lalu keperluan spesifik terkait pandemi, kesehatan, produk lain dan jasa lain,” tuturnya.
“Kisaran penghasilan dari usaha yang digeluti. Paling besar 36 persen ternyata usahanya pun sedikit membantu, belum sangat membantu,” tandas Febrian HIVI.