Melesat 124 Poin, Dolar AS Nyaris Sentuh Rp 15.300
________________________________________
kumparanBISNIS
Senin 08 Oktober 2018 – 15:29
Nilai tukar rupiah tak mampu menahan gempuran dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang Garuda makin terpuruk, siang ini nyaris menyentuh level Rp 15.300 per dolar AS.
Mengutip data perdagangan Reuters, Senin (8/10), hingga pukul 15.04 WIB, dolar AS melesat ke level tertingginya di Rp 15.299.
Padahal, pagi tadi, dolar AS dibuka di posisi Rp 15.175. Artinya, belum seharian, dolar AS sudah menanjak 124 poin (0,82 persen).
Secara year to date (ytd) atau dari awal tahun hingga saat ini, dolar AS sudah menguat terhadap rupiah sebesar 12,76 persen.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menilai, pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh sentimen investor yang enggan mengambil risiko yaitu dengan cara menarik dananya dari Indonesia (risk off). Sentimen ini sangat dipengaruhi oleh imbal hasil (yield) obligasi surat utang pemerintah AS atau 10-Year Treasury yang naik menjadi 3,24 persen atau tertinggi sejak 7 tahun terakhir. Hal ini mempengaruhi makin kencangnya arus modal ke AS.
Baca Juga :
• Rupiah Tak Melemah Sendirian: Ringgit, Bath, Peso Juga Senasib
• Bayar Utang dan Stabilkan Rupiah, Cadangan Devisa RI Turun USD 3,1 M
• Dolar AS Tembus Rp 15.200
Dolar AS Nyaris Sentuh Rp 15.300. (Foto: Dewi Rachmat Kusuma/kumparan)
“Terkait perkembangan nilai tukar rupiah, tentu saja dipengaruhi sentimen risk on maupun risk off. Memang beberapa hari terakhir ini terjadi risk off meningkat. Hari ini ada kenaikan US Treasury bond cukup tinggi jadi 3,24 persen untuk sepuluh tahun,” ujar Perry di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (5/10).
Selain kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS, perkembangan ekonomi Negeri Pam Sam tersebut juga terus menunjukkan perbaikan seperti angka pengangguran terendah sejak 49 tahun. Sehingga portofolio asing tentu akan lebih banyak mengarah ke sana.
Selain itu, Perry bilang, ketegangan perang dagang yang terjadi antara AS dan China juga turut mempengaruhi volatilitas rupiah. Faktor geopolitik di Eropa juga turut mempengaruhi kurs rupiah.
Namun demikian, Perry menegaskan, bank sentral akan tetap berada di pasar untuk menstabilkan rupiah. Sejumlah langkah stabilisasi sesuai mekanisme pasar juga terus dilakukan BI untuk stabilkan rupiah.
“Kami terus berada di pasar, tidak hanya memantau tapi juga langkah-langkah stabilisasi yang diperlukan sesuai dengan mekanisme pasar. Menjaga agar supply-demand bergerak secara baik di pasar valas,” tambahnya.