Merdeka.com – Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan mencatat bahwa ekspor CPO Indonesia dan produk turunannya melambat sejak awal Januari 2020. Saat ini, telah terjadi penurunan yang cukup dalam jika dibandingkan bulan Desember 2019.
Pada periode Januari-Mei 2020, nilai ekspor CPO dan turunannya mencapai USD 7,6 miliar memberikan kontribusi terhadap ekspor non migas sebesar 12,5 persen. Namun, secara nilai, ekspornya meningkat dari tahun sebelumnya.
“Hingga Mei lalu kinerja ekspor sawit masih terdampak pandemi Covid-19. Tapi dari bulan Juni sudah mulai membaik karena negara-negara yang penanganan Covid-19 lebih awal telah pulih termasuk negara tujuan utama,” ujar Kasan dalam acara diskusi dikutip di Jakarta, Kamis (23/7).
Kasan mengatakan, pemerintah akan terus melakukan promosi dan iklan untuk mendorong ekspor sawit. Di sisi lain, pemerintah akan terus memberikan dukungan dan fasilitas untuk pembukaan pasar baru dalam rangka meningkatkan ekspor sawit.
“Kebijakan pemerintah akan terus dilakukan dalam rangka mengarah pada industri hilir,” kata dia.
Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun mengatakan, permintaan pasar sawit dunia tengah mengalami kontraksi akibat banyaknya tekanan ekonomi. Penurunan juga dialami produk minyak nabati lain.
Hal ini membuat ketatnya persaingan khususnya di pasar ekspor seperti India, Uni Eropa, Pakistan, Bangladesh, Amerika Serikat, Timur Tengah, dan Afrika.
“Promosi dari Indonesia agak kurang dibandingkan promosi dari minyak nabati lain. Karena itu, promosi dan iklan merupakan langkah-langkah yang harus kita perkuat untuk saat ini,” ujar dia.
Hapus Hambatan Perdagangan
Derom mengatakan, untuk memperkuat perdagangan minyak sawit Indonesia, semua upaya harus dilakukan terutama promosi dan iklan tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Di sisi lain, hambatan perdagangan juga harus dihapuskan untuk mendukung ekspor sawit.
“Pasar minyak sawit dan turunannya dapat didongkrak dengan meningkatkan promosi iklan perbaikan mutu dan penggunaan BBN yang lebih luas,” ungkap dia.
Ekonom Sri Adiningsih mengatakan, nilai tambah produk sawit di pasar domestik dan luar negeri masih sangat rendah. Kondisi itu disebabkan hilirisasi produk kelapa sawit yang masih terbatas.
“Hilirisasi dari produk kelapa sawit ini harus benar-benar dilakukan sehingga jika kita bicara sawit bukan hanya CPO saja, tetapi industri manufaktur yang memanfaatkan sawit semaksimal mungkin,” ujar dia.