JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyatakan saat ini pemerintah masih menyerap aspirasi dari serikat pekerja dan pengusaha dalam merevisi Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Konsultasi dan mendengarkan masukan-masukan dan aspirasi dari semua pihak. Dari teman-teman serikat pekerja, dari teman-teman dunia usaha, dan dari kalangan civil society. Intinya biar kita dapat perspektif untuk cari jalan win win (solution),” ujar Hanif saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Ia menambahkan, pada dasarnya, pemerintah menginginkan UU Ketenagakerjaan mampu melindungi para pekerja di tengah perubahan dan kemajuan industri yang pesat.
Politisi PKB ini mengatakan, industri terus berubah seiring pesatnya kemajuan teknologi informasi. Karena itu, ujar
Hanif, UU Ketenagakerjaan harus mampu membaca perubahan tersebut agar tak merugikan para pekerja. Hanif menambahkan, perubahan model industri yang didasari teknologi informasi tentunya akan berpengaruh pada hubungan antara pekerja dan pemilik usaha. Hal itu juga perlu dipertimbangkan dalam proses revisi UU Ketenagakerjaan.
“Karena sekarang ini dunia berubah sebagai akibat dari perkembangan teknologi informasi yang masif. Lalu membuat industri mau enggak mau berubah. Kalau industrinya berubah lalu pekerjaan juga berubah, akhirnya hubungan kerja berubah dan macem-macem,” tutur Hanif.
“Kita perlu melindungi tenaga kerja kita dalam dunia yang berubah ini sekaligus juga memastikan penciptaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran. Ini benar-benar bisa digenjot. Salah satunya melalui dukungan ekosistem ketenagakerjaan,” lanjut dia.