JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah tengah memfinalisasi pemberian insentif sebesar Rp 600.000 per bulan bagi para pekerja non-PNS dan BUMN yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Pemberian gaji tambahan ini direncanakan mulai September 2020.
Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah masih mengkaji skema yang tepat dalam penyaluran insentif tersebut.
Tujuannya, untuk bisa benar-benar gaji tambahan tepat sasaran, masuk ke kantong karyawan.
“Ini bukan masalah besarannya, tapi bagaimana uang itu sampai ke kantong penerima. Ini sedang kita pikirkan bagaimana agar seefisien mungkin (menyasar penerima),” ujarnya dalam diskusi daring Kemenkeu, Kamis (6/8/2020).
Febrio mengatakan, salah satu kendala dalam merealisasikan insentif tersebut adalah memastikan kebenaran data dari penerima bantuan. Menurut dia, data yang dibutuhkan ini sedari awal tidak dimiliki oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, pemerintah kini tengah merampungkan pengumpulan data, sehingga pemberian insentif diharapkan bisa tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan.
“Datanya sedang dikumpulkan untuk bisa lengkap dan dipertanggungjawabkan. Karena tantangan yang cukup besar bagi pemerintah di masa-masa sulit sekarang adalah bagaimana memberikan support langsung ke masyarakat, tapi masyarakat itu totalnya ada jutaan. Jadi bagaimana untuk kita bisa memberikan support yang bisa dipertanggungjawabkan,” papar Febrio.
Pemerintah memang berencana memberikan insentif gaji tambahan Rp 600.000 per bulan selama empat bulan.
Dengan demikian, setiap karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta bisa menerima hingga Rp 2,4 juta bantuan dari pemerintah.
Febrio mengungkapkan, Kemenkeu terus berkordinasi dengan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk finalisasi skema pemberian insentif. Bahkan, ditargetkan rampung pekan depan.
“Mudah-mudahan di minggu depan bisa lebih jelas, dan bisa diumumkan secara resmi. Tapi, angkanya masih bergerak. Tapi, kalau Pak Presiden mengumumkan Rp 2,4 juta, maka itu yang akan dipakai,” pungkas Febrio.