JAKARTA, KOMPAS.com – Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada penutupan perdagangan di pasar spot ditutup stagnan.
Mengutip data Bloomberg Rabu (6/5/2020) rupiah ditutup pada level Rp 15.080 per dollar AS atau ditutup stagnan dengan posisi yang sama dengan penutupan sebelumnya.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pergerakan rupiah hari ini terdorong sentiment domestik, yang dipicu oleh rendahnya konsumsi rumah tangga karena adanya pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa daerah di Indonesia sejak bulan Maret.
Konsumsi rumah tangga sendiri turun dari 5,02 persen di triwulan I 2019 menjadi 2,84 persen di triwulan I 2020.
“Pasar menaruh harapan besar terhadap kebijakan Pemerintah, agar awal bulan Juni segera melonggarkan PSBB sehingga aktivitas publik kembali berjalan setelah sempat ‘dikunci’ untuk menekan penyebaran Covid-19,” kata Ibrahim.
Sementara itu, pasar berharap roda ekonomi bisa berputar lagi dengan mulai dibukanya aktivitas publik di berbagai negara. Dengan penyebaran virus corona yang semakin melambat, AS, Spanyol, sampai India mulai melonggarkan kebijakan pembatasan sosial.
Contohnya di Spanyol. Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien positif corona di Negeri Matador per 5 April 2020 adalah 218.011 orang. Bertambah dibandingkan posisi per hari sebelumnya yaitu 217.486 orang.
“Meski ada penambahan, tetapi lajunya semakin terkendali. Persentase kenaikan harian pada 5 April adalah 0,25 persen. Sudah lima hari berturut-turut kenaikan jumlah pasien di Spanyol di bawah 1 persen,” ungkap dia.
Perlahan tetapi pasti, virus corona mulai ‘jinak’. Sesuatu yang membuka ruang untuk membuka kembali keran aktivitas masyarakat sekaligus membuat roda ekonomi yang sempat seret kembali berputar.
Harapan yang sangat besar terhadap pemulihan ekonomi dunia juga tercermin dari harga minyak. Kemarin, harga minyak jenis brent melonjak 13,9 persen sementara light sweet melesat 20,5 persen.
Lonjakan harga minyak dipicu keyakinan investor akan permintaan pulihnya kondisi ekonomi tidak lagi lumpuh.
“Saat mesin-mesin pertumbuhan ekonomi bergerak, tentu membutuhkan bahan bakar yaitu minyak. Perkiraan akan pulihnya permintaan minyak membuat harga bergerak ke utara,” tegas dia.