Merdeka.com – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani mengakui industri otomotif Indonesia masih tertinggal jika dibandingkan Thailand. Thailand bahkan, sudah banyak mengekspor otomotif ke berbagai negara.
“Kita ketinggalan dari Thailand, dia kan lebih duluan banyak merebut industri otomotif di sana. Kebutuhan lokal seidkit ekspor besar,” ujar Hariyadi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/12).
Hariyadi mengatakan, Indonesia masih bisa mengejar ketertinggalan apabila ada suatu solusi peta jalan industri otomotif. Hal ini juga dibutuhkan untuk mengantisipasi mobil listrik yang akan menggeser keberadaan mobil konvensional.
“Kita mau ngejar sekarang masih bisa. Tapi tergantung keseriusan dari otomotif gimana, arahnya gimana. Ini kan mobil listrik sudah muncul. Kalau bisa semua pikirkan jangka panjang. Karena ini ada pergeseran sangat radikal kalau mau mobil listrik. Bisa-bisa nanti bermasalah yang konvensional,” jelasnya.
Dihadapkan Sistem Upah Tak Jelas
Dia menambahkan, otomotif Indonesia melambat karena industri dalam negeri masih dihadapkan dengan upah pekerja yang tidak jelas. Para investor harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menggaji karyawan dibanding di Thailand.
“Yang jadi krusial ini kan kita belum selesai bahas masalah ketenagakerjaan. Kita mau gimana. Paling utama masalah ketenagakerjaan itu besarnya biaya yang harus dibayarkan oleh pemberi kerja Terutama disini formula perhitungan upah minimum. Mau tidak sentuh disitu. Itu kan masalah sensitif,” tandasnya.
Pekerja Thailand Lebih Siap Hadapi Mobil Listrik
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat (Jabar) mengakui bahwa pekerja dari Vietnam dan Thailand paling siap menghadapi industri mobil listrik dibandingkan dengan pekerja Indonesia.
“Kalau saat ini, untuk SDM yang siap untuk mobil listrik itu Vietnam dan Thailand ya. Thailand terutama. Jadi kita punya kendala di pendidikan vokasi, ini yang harus kita perkuat,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Barat Bidang Teknologi dan Data Potensi Usaha, Hadi S Cokrodimejo dikutip dari Antara, Kamis (5/12).
Dia mengatakan, dua negara tersebut saat ini sudah mempersiapkan berbagai aspek untuk pengembangan produksi mobil listrik. Sementara di Indonesia, kata Hadi, baik dari SDM maupun fasilitas pendukung untuk industri mobil listrik masih minim.
“Tempat praktik di SMK-SMK kita rata-rata untuk mesin manual dan sekarang kan kebanyakan transmisi otomatik,” kata dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, jika pemerintah pusat dan daerah tidak mau ikut andil terkait perkembangan industri mobil listrik maka pekerja dari Vietnam dan Thailand bisa mengambil peluang kerja di Indonesia saat Hyundai Motor Company membangun pusat manufaktur yang pertama di Cikarang, Jawa Barat.
Kadin Jabar juga meminta produsen kendaraan asal Korea Selatan, Hyundai Motor Company membangun tempat pelatihan perakitan mobil listrik bagi siswa SMK, terkait keputusan Hyundai yang akan membangun pusat manufaktur pertama di Indonesia .
“Itu bentuknya bisa factory teaching di SMK atau di politeknik atau di Balai Latihan Kerja. Jadi Hyundai harus memberikan peralatan di-update,” kata Hadi.
Menurut dia, saat ini SMK, politeknik, hingga Balai Latihan Kerja di Jawa Barat masih belum memiliki tempat pelatihan untuk mobil listrik.
“Jadi kita (Indonesia) punya kendala di pendidikan vokasi yakni di SMK dan politeknik, dan itu harus kuat dulu. Kemudian keahlian, masalah peralatan kita memang kurang, kita berharap Pemprov Jabar bisa mendanai SMK, politeknik diperkuat,” kata Hadi.