0 0
Read Time:2 Minute, 15 Second


Cirebon – Massa buruh tergabung Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) berdemonstrasi di depan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Demonstran menuntut kenaikan UMK yang layak.

FSPMI menilai kenaikan UMK Kabupaten Cirebon tak sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Massa buruh menolak hasil rapat pleno yang digelar dewan pengupahan pada pekan lalu, yang menetapkan kenaikan UMK di Cirebon sebesar 8,03 persen dari UMK sebelumnya Rp 1.8 juta.

“Kami menolak munculnya angka 8,03 persen itu. Artinya UMK tahun depan hanya kisaran Rp 2 juta. Ini tidak sesuai dengan KHL,” kata Sekjen FSPMI Cirebon Raya Mohamad Machbub kepada awak media usai mediasi dengan Disnakertrans Kabupaten Cirebon, Kamis (15/11/2018).

Machbub menyesalkan tak didengarnya suara buruh dalam menentukan kenaikan UMK tersebut. Terlebih lagi, surat rekomendasi kenaikan UMK itu telah dilayangkan Pemkab Cirebon ke Pemprov Jabar.

“Suara kami tidak dituangkan dalam berita acara dalam surat hasil rapat pleno itu. Harusnya unsur serikat pekerja memiliki hak yang sama. Tapi, surat itu sudah dilayangkan ke provinsi,” ucapnya.

Menurut Machbub, alasan FSPMI menolak kenaikan UMK sebesar 8,03 persen karena tak sesuai dengan hasil survei KHL yang dilakukannya. Sebelumnya, dia menjelaskan, FSPMI telah menyurvei tiga pasar tradisional di Cirebon, di antaranya Pasar Palimanan, Arjawinangun, dan Plered.

“Hasil survei itu menyebutkan bahwa KHL di Kabupaten Cirebon itu Rp 3,1 juta. Untuk itu kami mendorong adanya kenaikan UMK sebesar 25 hingga 30 persen. Ini tak sesuai. Kami juga menolak PP nomor 78/2015,” ujar Machbub.

Selain menolak kenaikan UMK, pihaknya mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan kajian terkait penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK). Dia menjelaskan UMSK ditetapkan setelah adanya penetapan UMK.

“Ini PR dua tahun lalu, belum juga dilakukan. Kajian belum dilakukan, kita akan mengawal pemerintah daerah untuk mengkaji penetapan UMSK,” kata Machbub.

Kasie Hubungan Industrial Disnakertrans Kabupaten Cirebon Dadan Subandi mengatakan penetapan UMK itu dilakukan berdasarkan PP Nomor 78/2015. Dadan menyebutkan dalam rapat pleno penetapan UMK semua unsur, termasuk buruh diikutsertakan. Namun, buruh menolak untuk mendatangi berita acara.

“Kita tetapkan UMK sesuai dengan inflasi dan produk domestik bruto (PDRB). Buruh saat itu belum mengajukan nilai besaran, mereka menolak PP Nomor 78/2015. Hasil rapat pleno pun tidak ditandatangani buruh,” kata Dadan.

Menurut Dadan, dalam rapat pleno itu dewan pengupahan menetapkan adanya kenaikan UMK sebesar 8,03 persen. Artinya ada kenaikan dari kisaran Rp 1,8 juta menjadi Rp 2.024.000. “Kita sudah layangkan ke provinsi hasil rapat pleno itu. Kita tunggu penetapannya,” tutur dia.

Dadan menyebutkan pihaknya akan merealisasikan tuntutan buruh terkait penetapan UMSK. Pihaknya akan melakukan kajian setelah ditetapkannya kenaikan UMK oleh Pemprov Jabar pada 21 November mendatang.

“Kita dan dewan pengupahan akan mengkaji parameter-parameter UMSK. Batasnya kan Februari 2019 nanti,” ucap Dadan.
(bbn/bbn)

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

By kspsi

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *