JAKARTA, KOMPAS.com – Sistem alih daya atau outsourcing dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia dianggap negatif. Citranya mulai dari upah murah hingga kerap disebut perbudakan modern.
Namun apa iya begitu? Sistem alih daya ini sebenarnya merupakan suatu titik temu antara pencari kerja dan pemberi kerja yang menguntungkan keduanya.
Bagi pencari kerja, sistem tersebut justru membuat kesempatan kerja terbuka. Melalui perusahaan outsourcing, pekerja akan ditempatkan di satu perusahaan mitra.
Sedangkan untuk perusahaan, sistem outsourcing membuat efisiensi karena tak perlu repot menyediakan berbagai fasilitas. Sebab yang bertanggung jawab terhadap tenaga kerja adalah perusahaan outsourcing.
“Jadi sebenarnya ini bukan sistemnya tetapi orangnya,” ujar Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar dalam acara diskusi PAS FM, Jakarta, Rabu (13/3/2019). Ketua Umum Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) Mira Sonia mengungkapan, tidak semua perusahaan outsourcing kompeten menjadi penyedia jasa saat ini.
Selain itu tidak semua juga perusahaan outsourcing memiliki standarisasi. Bahkan sebagian juga tidak patuh kepada aturan yang berlaku. Akibatnya sejumlah perusahaan outsourcing membayar pekerja dengan upah tak layak, bahkan tidak mengikutsertakan pekerja di program jaminan sosial.
Oleh karena itu ABADI menilai perlunya ada standarisasi dan edukasi kepada para perusahaan outsourcing. Bahkan akan lebih baik bila ada sertifikasi khusus bagi perusahaan outsourcing. Executive Vice President Center of Digital BCA, Wani Sabu menyarankan agar masyarakat memilih bergabung dnegan perusahaan outsourcing yang terpercaya. Hal ini penting agar hak-hak pekerja diperhatikan sesuai aturan.
“Jangan pilih yang abal-abal,” kata dia.