TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Perusahaan tekstil CV Sandang Sari dengan sejumlah buruhnya berselisih hingga berakhir di pengadilan. CV Sandang Sari yang berada di Jalan AH Nasution, Kota Bandung melayangkan gugatan perdata pada 200-an buruhnya.
Gugatan dilayangkan untuk diadili di Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Bandung pada 28 Mei dengan nomor perkara 193/Pdt.G/2020/PN Bdg. Sidang perdananya digelar pada 23 Juni. Dalam berkas gugatan, ada 200-an buruh yang terdaftar.
“Betul, kami dari CV Sandang Sari yang ajukan gugatan. Sudah didaftarkan ke pengadilan. Gugatannya minta kerugian materil Rp 2 miliar lebih dan kerugian immateriil Rp 10 miliar,” ujar kuasa hukum CV Sandang Sari, Benny Wulur via ponselnya, Minggu (7/6/2020).
Dalam gugatannya, perusahaan tekstil itu juga meminta majelis hakim agar menyatakan nama-nama karyawan yang berada dalam daftar gugatan dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Gugatan itu dilatar belakangi aksi buruh pabrik itu pada Mei 2020. Tuntutannya agar tunjangan hari raya (THR) dibayarkan 100 persen, bukan dicicil.
Benny mengatakan, kliennya merumahkan sejumlah karyawan di masa pandemi Covid 19. Mereka yang dirumahkan tetap mendapat THR namun dengan cara diangsur. Dasarnya, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020.
“Pemerintah tahu saat ini sedang Covid 19, maka perusahaan diizinkan membagi THR dalam tiga termin berdasarkan surat edaran Menteri Tenaga Kerja,” ujarnya.
Kemudian, kata dia, karyawan yang dirumahkan juga tetap mendapat upah. Sekalipun, dalam surat internal, mereka yang dirumahkan, dalam kondisi force majeur atau di luar dugaan, tidak mendapat upah. Namun kata dia, kliennya tetap memberikan upah.
“Karyawan yang dirumahkan tetap dapat upah tapi tidak 100 persen. Kalau yang tidak dirumahkan masih dapat upah 100 persen. Silahkan cek, pabrik tekstil lain yang merumahkan karyawannya bahkan tidak diberi upah,” katanya.
Di saat bersamaan, meski di masa Covid 19, saat itu, perusahaan mendapat orderan mengerjakan dari buyer. Saat itu, buruh tekstil CV Sandang Sari menggelar unjuk rasa menuntut pembayaran THR. Unjuk rasa yang digelar, klaim Benny, tidak sesuai prosedur. Aturan perusahaan mengatur unjuk rasa karyawan dengan pemberitahuan tujuh hari sebelumnya.
“Kami sedang ada pengiriman, sedang lobi-lobi dengan buyer, ada deal-deal untk produksi, tiba-tiba dibatalkan, tidak jadi produksi karena ada demo menuntut pembayaran THR tanpa pemberitahuan tujuh hari sebelumnya. Perusahaan rugi lah, karyawan lain yang tidak demo pun rugi,” kata Benny.
Dengan dasar kerugian itu, bos buruh tekstil ini kemudian melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung supaya buruh tersebut menganti kerugian perusahaan.
“Maka dihitunglah kerugiannya berapa. Kerugian materil (kontrak produksi batal) senilai Rp 2 miliar lebih dan kerugian immateriil senilai Rp 10 miliar,” ujar Benny.
Ditanya tanggapan soal unjuk rasa dengan tuntutan karyawan soal pembayaran THR, Benny kembali menyebut bahwa kliennya tidak bermaksud untuk tidak membayarkan THR.
“Masa orang dirumahkan minta sepenuhnya 100 persen. Kedua, kami berpegangan pada surat edaran Menteri Tenaga Kerja soal pembayaran THR, didalamnya mengizinkan perusahaan untuk mengangsur THR. Itu saja. Dari 210 buruh yang digugat, 10 diantaranya sudah di PHK,” ucap dia.
Tribun masih mengkonfirmasi pada sejumlah nama yang berada di daftar gugatan untuk meminta tanggapan atas gugatan Rp 12 miliar itu. Adapun unjuk rasa buruh CV Sandang Sari Textil sudah digelar sejak pertengahan Mei dengan tuntutan agar perusahaan membayarkan THR secara penuh tanpa diangsur.